"Penderita gangguan jiwa seharusnya mendapatkan hak-hak pengobatan medis dan perlakuan layak, bukan justru dipasung karena itu penanganan yang menyiksa fisik serta melanggar hak asasi manusia," katanya di Semarang, Kamis.
Ganjar mengungkapkan bahwa pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa masih banyak terjadi di Jateng, bahkan beberapa ada yang dibuang oleh keluarganya.
"Menurut saya, seperti kata Rhoma Irama, itu (pemasungan penderita gangguan jiwa) terlalu," ujarnya saat memberikan sambutan pada Kongres Nasional VIII dan 15th ASEAN Federation of Psychiatry and Mental Health Conggres di Hotel Patra Jasa Semarang.
Menurut Ganjar, dari berbagai kasus penderita gangguan jiwa, termasuk para penderita yang tidak berdaya atau terbuang dari lingkungan keluarga atau masyarakat, maka negara harus bertanggung jawab, sedangkan proses
untuk kesembuhannya, para dokter serta pakar kejiwaan yang paling bertanggung jawab.
"PR (pekerjaan rumah) kita masih banyak, bagaimana dalam kegiatan ini, para peseta bisa berbagi pengalaman dari banyak para pakar kejiwaan untuk menyelesaikan beragam persoalan tentang kejiwaan," katanya.
Metode keilmuannya sampai dengan kebijakan publik sebagai gubernur untuk menyelesaikannya dan itu harus diselesaikan secara sistematis, secara baik, serta kemudian mampu mengukur kemampuan yang ada.
Ganjar mengharapkan forum tersebut diharapkan tidak hanya berbagi kemudian memformulasikan atau mereformulasikan apa yang ada hingga pada kebijakan publik.
"Saya minta laporan hasil akhir seminar tingkat Asia Tenggara tersebut dari panitia, bahkan jika hasil pertemuan yang dihadiri perwakilan dari beberapa negara ini harus menjadi keputusan nasional, maka saya siap menyampaikan kepada Menteri Kesehatan," ujarnya.
Pewarta: Wisnu Adhi N.
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016