Jakarta (ANTARA News) - Panitia Khusus Revisi Undang-Undang No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Pansus Terorisme) DPR pada Kamis mengundang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan mantan teroris, Ali Imran, untuk meminta masukan mereka terkait revisi undang-undang tersebut.
"Kami mendengarkan, menggali aspirasi, masukan dan pandangan masyarakat untuk pembahasan RUU terorisme. Hari ini dengan BNPT dengan mantan teroris Ali Imron," kata anggota Pansus Terorisme DPR Arsul Sani di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis.
Arsul mengatakan Pansus berusaha memosisikan diri berada di tengah terkait usul peningkatan kewenangan polisi.
"Tugasnya Pansus DPR ini untuk menyeimbangkan antara apa yang dibutuhkan penegak hukum dan juga konsen masyarakat, itu ditengahi," ujarnya.
Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan institusinya menjalankan program deradikalisasi yang sifatnya persuasif.
Ia mengatakan keluarga teroris yang menganut paham radikal harus dirangkul kembali dengan berbagai macam cara.
"Karena itu pada saat yang lalu saya minta Pak Menkopolhukam untuk memfasilitasi semua kementerian-kementerian yang punya peran dalam deradikalisasi akan saya optimalkan karena tidak bisa parsial dan harus terintegrasi," ujarnya.
Namun, ia melanjutkan, penindakan juga dijalankan seiring dengan upaya deradikalisasi.
"Di samping itu juga peran Kemenkominfo (dalam memblokir situs penyebar paham radikal) yang punya konten propaganda sehingga masyarakat kita tidak terpapar. Ruang ruang ini yang kita coba dirumuskan dan akan disampaikan ke Pansus," katanya.
Sementara mantan teroris Ali Imran meminta masyarakat tidak mendiskriminasi mantan teroris seperti dia karena menurut cerita rekan-rekannya perlakuan itu bisa menimbulkan lagi kemarahan mereka.
Menurut dia, DPR perlu mendengarkan cerita dari mantan pelaku seperti dia untuk mengetahui tentang jalan pemikiran dan keyakinan mereka.
"Ada cerita diskriminatif, cerita kawan yang keluar, masyarakat yang tidak mengerti bersikap berlebihan bahwa ini teroris tidak Islami. Kalau dicap seperti itu maka mereka akan marah," ujarnya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016