Pamekasan (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan sebagian perumus kebijakan hukum di Indonesia cenderung koruptif, terutama terkait kebijakan yang mengatur hubungan dunia global.

"Kesepakatan organisasi perdagangan dunia memang memutuskan agar semua negara harus membuka diri dalam dunia perdagangan. Tapi disatu sisi, setiap negara juga bebas membuat aturan untuk melindungi negaranya," kata Machfud di Pamekasan, Rabu.

Mahfud MD mengemukakan hal ini, saat menyampaikan orasi ilmiah bertema "Optimalisasi Perlindungan Hukum Praktik Profesi Perawat di Era MEA" pada acara wisuda mahasiswa Akademi Keperawatan di Pendopo Ronggosukowati, Pemkab Pamekasan.

Kebijakan koruptif dalam bidang hukum dan perundang-undangan ini, terlihat dari kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini, terutama, terkait usaha perdagangan.

Saat organisasi perdagangan dunia (WTO) membuat kebijakan bahwa seluruh negara-negara di dunia harus membuka diri dalam dunia usaha perdagangan, para pembuat undang-undang langsung menyambut kebijakan mengikuti poin ketentuan itu begitu saja.

"Jadi perusahaan asing langsung boleh masuk di Indonesia," katanya.

Oleh karenanya, perusahaan minyak dari Malaysia seperti Petronas langsung bisa masuk ke Indonesia, sedangkan perusahaan minyak kita tidak bisa masuk kesana.

Ini terjadi, karena Malaysia membuat kebijakan yang berpihak untuk kepentingan bangsanya, yakni dengan mengacu kepada ketentuan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bahwa setiap negara bebas membuat kebijakan untuk melindungi negaranya.

Machfud MD mengatakan, kebijakan hukum yang menurutnya koruptif dan kurang berpihak kepada kepentingan ekonomi bangsa itu, diharapkan hanya terjadi di masa lalu, dan tidak terulang lagi di masa-masa yang akan datang.

"Pada MEA ini, pemkab juga harus membuat kebijakan yang berpihak, di berbagai bidang," katanya.

Di Era MEA, perawat dan tenaga profesi lainnya seperti dokter juga bisa mendatangkan dari negara lain. Dokter dan Singapura bisa membuka praktik di Pamekasan.

"Disinilah peran daerah dalam membuat kebijakan yang berpihak sangat menentukan," katanya.

Misalnya, sambung Machfud, jika Pamekasan membutuhkan tenaga perawat, maka pemkab harus membuat ketentuan, semisal perawat dari luar harus bisa berbahasa Madura, dan jenis tenaga profesi yang dibutuhkan memang tidak ada di Pamekasan.

Atau bisa saja membuat kebijakan bahwa tenaga kerja dari luar, harus bersedia mengikuti aturan-aturan dan tradisi lokal di Madura.

Di bagian lain orasinya, Presidum Majelis Nasional Korp Alumni HMI (Kahmi) ini juga membahas pentingnya kualitas diri dalam menentukan masa depan masing-masing individu.

"Jadilah manusia itu yang selalu mengalir seperti air, bukan seperti buih yang selalu terombang-ambing hempasan gelombang," ucap dia.

Buih itu tidak ada gunanya. Jika ingin menjadi manusia yang berkualitas, maka memilih aliran-aliran yang benar, yakni aliran yang berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dan nilai keadilan.

Pada bagian akhir orasinya, guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini juga menyebutkan ciri-ciri globalisasi yang menjadi era saat ini.

"Ada empat ciri globalisasi," katanya.

Pertama, isu yang diusung adalah Hak Asasi Manusia (HAM), kedua, demokratisasi, dan ketiga isu tentang lingkungan hidup, serta yang keempat adalah pasar bebas.

Di Era Globalisasi tahapan pembangunan tidak lagi pada rencana pembangunan lima tahun, seperti yang diterapkan masa Masa Orde Baru, akan tetapi tujuan pembangunan seribu tahun kedepan.

Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Wakil Bupati Kholil Asyari serta perwakilan Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) hadir dalam acara itu.

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016