Jakarta (ANTARA News) - DPR menunda pengambilan keputusan soal persetujuan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang.
"Setelah fraksi-fraksi melakukan lobi, ada kesepahaman pandang untuk ditunda dalam konteks pengambilan keputusan," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dalam Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa.
Taufik mengatakan keputusan itu diambil setelah fraksi-fraksi menyampaikan pandangan mereka terkait penetapan Perppu tersebut menjadi undang-undang lalu menggelar forum lobi.
Pada prinsipnya, ia menjelaskan, pimpinan DPR sudah menyampaikan sikap mengenai pandangan fraksi-fraksi dan kemudian ada kesepahaman pandang untuk menunda.
"Aspek kehati-hatian merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan, semua fraksi pada dasarnya setuju," katanya.
Saat menyampaikan pandangannya, semua fraksi di DPR pada dasarnya menyatakan menyetujui penetapan Perppu menjadi undang-undang. Namun Fraksi Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi PKS meminta penundaan persetujuan.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR Rahayu Saraswati mengatakan pada prinsipnya setuju pengenaan pidana maksimal dalam kejahatan seksual terhadap anak namun menilai ada kekurangan dalam Perppu tersebut yang bisa berakibat fatal jika tidak diperbaiki.
Dia menegaskan sebelum menyetujui penetapan Perppu tersebut menjadi undang-undang, Fraksi Partai Gerindra membutuhkan penjelasan pemerintah dan lembaga terkait mengenai beberapa hal dalam Perppu tersebut.
"Negara perlu memperkuat sistem rehab korban, anggaran untuk kebiri kimia dan penanaman chip membutuhkan biaya yang tidak murah, teknisnya belum ada," katanya.
Usai menghadiri Rapat Paripurna DPR, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise mengatakan pemerintah menerima penundaan persetujuan penetapan Perppu menjadi undang-undnag.
Namun, dia mengatakan, pemerintah mendesak DPR segera menyetujui penetapan Perppu menjadi undang-undang supaya pemerintah bisa segera menerbitkan peraturan pendukungnya, termasuk aturan mengenai mekanisme pengebirian.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016