Jakarta (ANTARA News) - Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan teknologi eksplorasi bijih besi sampai ke teknologi pengolahan yang sesuai dengan karakteristik lokal bijih besi di Indonesia. Menurut peneliti Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral BPPTh Haswi P. Soewoto, di Jakarta, Rabu, pada 2006 pihaknya telah melakukan uji aplikasi eksplorasi menggunakan alat Geoscanner dengan metode "resistivity 2D", karakterisasi mineral besi serta perencanaan disain awal pengolahan bijih besi. Hasil uji aplikasi eksplorasi dengan Geoscanner, urainya, menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk memprediksi sebaran mineral besi dengan baik. Alat Geoscanner hasil rekayasa tersebut memiliki keunggulan dapat mempersingkat waktu dalam akuisisi data untuk mengidentifikasi sebaran mineral baik vertikal maupun horizontal sehingga akan dapat diperoleh jumlah cadangan yang lebih akurat, serta dapat membantu mengurangi kesalahan dalam penentuan lokasi titik pengeboran. Secara tidak langsung alat Geoscanner dapat mengurangi biaya eksplorasi melalui pemendekkan waktu dan jumlah titik bor, ujarnya. Sebagian besar cadangan bijih besi di Indonesia, menurut dia, berkadar rendah (Fe total kurang dari 50 persen) sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri besi baja. "Karakterisasi mineral menunjukkan bahwa biji besi yang ada di Indonesia sebagian besar memiliki jenis magnetithematit sehingga proses benefisiasinya sangat spesifik, belum lagi dibeberapa lokasi kandungan Titan cukup tinggi akan menjadi kendala dalam proses pengolahan secara konvensional. "Untuk itu karakterisasi bijih besi harus dilakukan dengan tepat untuk tiap-tiap lokasi," katanya. Dari kegiatan pengolahan yang dilakukan pada tahun 2006 meliputi karakterisasi, proses benefisiasi, pembuatan Pellet dan Briket, proses reduksi dan peleburan, hasilnya adalah produk Sponge Iron dan Hot Briquette Iron (HBI) dengan kandungan Fe cukup tinggi berkisar 75,00 ? 77,19 persen. Produk ini disebut sebagai baja mentah, yaitu bahan baku untuk industri besi baja, ujarnya. Sejak tahun 2004 harga besi baja dunia meningkat secara tajam akibat dari kebutuhan besi baja dunia yang meningkat drastis. Hal ini menimbulkan melonjaknya permintaan bahan baku besi baja, yaitu berupa bijih besi sehingga mengakibatkan kegiatan pencarian dan penambangan bijih besi di Indonesia meningkat. Namun demikian, permasalahannya teknologi industri besi baja di Indonesia tidak ada yang dapat menggunakan bahan baku bijh besi lokal sehingga momentum melonjaknya harga besi baja tidak dapat memberikan keuntungan yang tinggi bagi industri besi baja nasional. Hal ini karena bijih besi lokal diekspor untuk diolah menjadi bahan setengah jadi atau besi mentah, baru kemudian diimpor kembali oleh produsen besi baja nasional. Dengan konsep BPPT ini diharapkan bijih besi yang ditambang memiliki nilai tambah yang sangat besar dan pada akhirnya bangsa Indonesia dapat memiliki industri besi baja yang memanfaatkan bahan baku lokal yang diproses dari hulu sampai hilir. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007