Surabaya (ANTARA News) - Hanky Gunawan (37) alias Hanky, bos pabrik ekstasi di Jalan Golf, kompleks Graha Family blok M-35, Surabaya, Rabu, dituntut jaksa dengan hukuman mati dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah memproduksi, mengedarkan, dan menggunakan ekstasi secara terorganisir," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ketut Wirawan SH, dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, I Made Tjakra SH.
Oleh karena itu, menurut dia, pihaknya meminta majelis hakim menjatuhkan pidana mati terhadap terdakwa dengan menyita dan memusnahkan ratusan barang bukti, diantaranya 66 jerigen ukuran 25 liter berisi cairan warna kekuningan.
Selain itu, puluhan jerigen berisi cairan, botol plastik berisi serbuk, ember plastik, mesin "blender", "water destiler" (alat penyulingan), pipa kondensat, "dryer" (alat pengering), "freezer" (alat pendingin), sebuah sepeda motor, sebuah mobil, sejumlah surat/dokumen, dan lima buah rumah.
"Tidak ada hal-hal yang meringankan terdakwa. Tapi hal yang memberatkan terdakwa adalah terdakwa sudah pernah dihukum dan perbuatan terdakwa dapat merusak perkembangan generasi muda," ucapnya.
Menurut dia, jerigen, ember, dan botol plastik yang baunya menyengat itu telah diperiksa di Laboratorium Kriminal Bareskrim Mabes Polri Cabang Surabaya, dan terbukti mengandung psikotropika golongan I.
"Jadi, terdakwa terbukti memproduksi ekstasi, karena terdakwa bersama Suwarno dan Lingsodirejo telah menggunakan rumah di Graha Family blok M-35 Surabaya untuk memproduksi esktasi atau psikotropika golongan I yang dipesan Subekti Suharto," tegasnya.
Sopir Lingsodirejo bernama Bibit sering mengantar terdakwa ke Graha Family M-35 yang merupakan kontrakan Lingsodirejo itu, selama beberapa kali bersama Suwarno dan Lingsodirejo sendiri pada Pebruari-Maret 2006
"Terdakwa ditangkap tim Mabes Polri yang dipimpin Samsurijal Mokoagow untuk pengembangan penyidikan peredaran ekstasi di Jakarta dengan tersangka Christian Salim alias Awe, Joy Kusuma alias Aloy alias Hari, dan Lem Marita. Ketiga tersangka mengaku mendapat barang dari terdakwa," paparnya.
Ia menjelaskan, terdakwa juga terbukti mengedarkan dan menjual (menggunakan proses produksi), karena terdakwa pernah melakukan transaksi dengan tiga tersangka di Jakarta melalui transfer rekening dalam beberapa kali.
"Tanggal 20 Januari 2006, rekening terdakwa telah menerima tiga kali transfer dari Joy Kusuma yakni Rp500 juta, Rp50 juta, dan Rp60 juta. Kemudian hasilnya dibayarkan kepada Lingsodirejo pada 23 Januari 2006 sebesar Rp50 juta dan kepada Suwarno juga ditransfer Rp1 juta, Rp2,5 juta, dan Rp4 juta," tuturnya.
Menanggapi tuntutan itu, kuasa hukum terdakwa, Sodeson Tandra SH, menyatakan bahwa pihaknya sangat menghargai tuntutan JPU. Namun tuntutan JPU itu berlebihan, karena pembuktiannya sangat lemah.
"Semua bukti dan keterangan hanya diambil dari keterangan 27 saksi. Bahkan polisi yang menangkap yakni Samsurijal Mokoagow yang merupakan saksi kunci, juga hanya memberikan keterangan tertulis, sehingga sulit diterima," tegasnya.
Oleh karena itu, katanya, dasar tuntutan JPU sangat diragukan, apalagi polisi juga tidak menyita satu butir ekstasi pun dari tangan Hanky, dan rumah yang sering dikunjungi terdakwa juga merupakan rumah kontrakan Lingsodirejo. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007