Jakarta (ANTARA News) - Presenter sekaligus aktivis Save Sharks Indonesia Riyanni Djangkaru mengakui aura gagah dan jawara di lautan begitu terasa saat berhadapan langsung dengan ikan hiu, namun sebenarnya predator utama lautan nan menyeramkan ini bukan tidak bisa ditaklukkan.

"Hiu predator utama di puncak rantai makanan. Yang paling terasa sekali kalau lagi diving, memang gayanya gagah. Memang jawara. Saya selalu melihat fungsi tertinggi dari aura makanan itu terlihat dari aura mereka," ujar dia kepada ANTARA News beberapa waktu lalu.

Riyanni menyarankan orang untuk tidak terjebak pada kesan menyeramkan binatang laut yang ganas ini, sebaliknya menarik sisi positif dari keganasannya itu.

"Kita jangan terjebak dengan hiu yang kelihatan seram. Kita harus ingat bahwa hiu memiliki peranan penting di laut Indonesia," imbuh Riyanni.

Hiu paus, misalnya, dikenal sebagai salah satu jenis hiu yang paling ramah ketika bertemu tamu tak diundang. Namun, tak berarti bebas memeluknya.

"Hitungan paling ramah itu hiu paus ya. Karena mereka hanya makan ikan-ikan kecil, plankton, bukan pemangsa ikan-ikan besar. Hitungan ramah dalam artian dia tidak agresif. Tetapi bukan berarti kita harus memeluk mereka juga. Biarkan saja, memang fungsinya seperti itu," kata Riyanni.

Perempuan berambut pendek itu kemudian membicara soal wisata gitu yang menurutnya bisa dilakukan tanpa menganggu kebebasan hidup sang predator.

"Wisata tetapi menaruh mereka (hiu) dalam kurungan sebenarnya bukan wisata atau edukasi yang baik. Fungsi hiu bisa berjalan baik kalau dia bebas berenang. Kalaupun mau bicara soal wisata ya dengan diving atau snorkling. Tetapi bukan berenang bersama hiu," kata Riyanni.

Dia melanjutkan, "Jangan menganggap wisata ke alam itu wisata yang mudah, apa-apa harus dikurung. Yang tidak masalah ketika kita menjadi tamu yang tetap merasa hormat pada alam."

"Kalau mau diving ya diving. Kalau mau ketemu hiu ya diving atau snorkling," tambah dia.

link video: youtube: https://www.youtube.com/watch?v=mYnDPYhw4vs&feature=youtu.be

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016