Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menilai perlu tindakan cepat pemerintah untuk membebaskan dua mahasiswi asal Indonesia yang ditangkap aparat keamanan di Turki karena tinggal di rumah Yayasan Gulen milik Fethullah Gulen.
"Perlu tindakan cepat pemerintah kita dalam membebaskan dua mahasiswi yang ditahan di Turki," katanya di Jakarta, Jumat.
Abdul Kharis mengatakan, pemerintah Indonesia juga harus segera melakukan komunikasi dengan pihak pemerintah Turki.
Selain itu, menurut dia, perlu segera dilakukan diplomasi ke pemerintah Turki untuk membebaskan dua mahasiswa tersebut.
"Segera lakukan komunikasi dan pendampingan serta advokasi kepada dua mahasiswi," ujarnya.
Politikus PKS itu mengimbau agar semua mahasiswa di luar negeri untuk tidak terlibat politik praktis di negara dimana mahasiwa belajar dan tinggal.
Dia menilai, lebih baik para mahasiswa di luar negeri fokus dengan studinya masing-masing.
Anggota Komisi I DPR, Evita Nursanty mengatakan Kementerian Luar Negeri harus benar-benar mengklarifikasi dalam kasus apa kedua mahasiswi itu terlibat.
Menurut dia, jika betul dalam kaitan Gulen, perlu diklarifikasi lagi sejauh apa keterlibatan mereka.
"Kalau hanya karena kebetulan ada di rumah yayasan terkait Gulen tidak alasan kuat untuk menahan mereka. Sangat perlu dipahami kita tidak ada terlibat dengan politik dalam negeri Turki," katanya.
Menurut dia, Kemenlu harus terus memberikan pendampingan dari hari ke hari karena dirinya mendengar ada WNI lain sebelumnya menghadapi masalah yang sana.
Evita mengatakan, kita harus memanfaatkan semua jalur diplomasi untuk membantu warga kita disana termasuk membebaskan mereka jika memang itu terkait Gulen bukan kasus lain.
"Kita kembali menyerukan kepada warga kita di Turki dan di negara lain untuk tidak terlibat urusan politik dalam negeri negara lain," kata politikus PDIP tersebut.
Dia menilai, terlebih Turki terus bergejolak sehingga WNI di negara tersebut harus bisa memahami psikologi politik yang terjadi disana.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016