Jakarta (ANTARA News) - Lima terdakwa kasus terorisme dan pembunuhan -- yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah, pasca eksekusi Tibo Cs -- menghadapi ancaman pidana mati atas perbuatan yang dituduhkan pada mereka, sama seperti 12 rekan mereka yang telah disidangkan Senin, 2 April lalu. Dalam sidang perdana yang digelar di PN Jakarta Selatan, Rabu, Tim Jaksa Penuntut Umum yang diketuai Totok Bambang secara bergantian membacakan rincian perbuatan terdakwa dimulai dari dakwaan kesatu primer, subsider, lebih subsider, lebih lebih subsider dan dakwaan kedua. Pada dakwaan kesatu, pasal 6 Perpu No 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme jo UU No 15/2003 jo pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHPidana yang ancamannya pidana mati, dirinci perbuatan yang dilakukan lima terdakwa bersama 12 orang saksi (terdakwa dalam perkara yang telah disidang secara terpisah). Disebutkan, pada Sabtu, 23 September 2006 pukul 23.30 WITA di Jalan Trans Sulawesi, Dusun Ponggee, Desa Poleganyara, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, lima terdakwa bersama 12 saksi itu secara bersama-sama baik sebagai yang menyuruh melakukan, yang melakukan atau yang turut melakukan suatu kekerasan yang menyebabkan dua korban meninggal, yaitu Wandi (25) dan Arham Badaruddin (40). Disebutkan, lima terdakwa, yaitu Arnoval Mencana alias Opan (25), Bambang Tontou alias Bambang (23), Jonathan Tamsur alias Nathan (23), Dedy Dorus Serpianus Tempali alias Dedi (25) dan Romi Sepriyanto Rantedago Parusu alias Oni (18), secara bersama-sama atas ide saksi Saiful Ibrahim alias Ipul (terdakwa berkas terpisah) untuk melakukan razia pasca eksekusi tiga terpidana kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva. Para terdakwa disebutkan menghentikan kendaraan yang lewat di Jalan Trans Sulawesi menanyakan asal, tujuan, agama dan kartu identitas orang-orang dari kendaraan yang melintas. Di antara mobil yang dihentikan mereka adalah kendaraan pengangkut yang dikemudikan Arham Badaruddin dan kernetnya Wandi, yang mengatakan berasal dari Ampana tujuan ke Masamba. Tanya jawab yang dilakukan tidak memperoleh jawaban memuaskan sehingga saksi Berhard Tompodusu alias Tende (terdakwa berkas terpisah) mulai naik pitam dan memukul kaca depan mobil dengan batu. Setelah itu, kawanan tersebut menyuruh Arham dan Wandi keluar dari kendaraan dan secara bergantian mulai memukuli korban di bagian kepala, wajah, dada dan tubuh hingga akhirnya lima terdakwa beserta 12 saksi itu mengangkut korban ke pinggir Sungai Saluta dengan gerobak untuk dikuburkan di Gunung Tambaro sebagaimana perintah Harpri Tumonggi alias Api (terdakwa berkas terpisah). Secara bersama-sama, anggota kelompok itu, termasuk lima terdakwa, bergantian menggali kubur untuk Arham dan Wandi yang diperkirakan sudah meninggal. Setelah memastikan kedua korban meninggal dunia, Api memeriksa lubang galian dan secara bersama-sama lima terdakwa dan 12 saksi itu menguburkan Arham dan Wandi dalam satu liang. Berdasarkan visum et repertum dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang ditandatangani dr Abdul Mun`in Idries dinyatakan kedua korban meninggal akibat kekerasan. Atas perbuatan terdakwa yang secara sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, telah timbul suasana teror pada masyarakat secara meluas atau menimbulkan korban bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau nyawa atau harta orang lain atau yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap obyek vital strategis. Perbuatan para terdakwa yang menimbulkan rasa takut masyarakat itu tidak saja menyeret mereka menghadapi ancaman pidana terorisme, tapi juga dakwaan subsider pasal 340 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana (pembunuhan berencana secara bersama-sama); dakwaan lebih subsider pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana (pembunuhan secara bersama-sama), dakwaan lebih lebih subsider pasal 170 ayat 2 ke (3) (kekerasan) dan dakwaan kedua, pasal 181 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHpidana (penyembunyian mayat). Usai pembacaan dakwaan, kuasa hukum para terdakwa, Elvis DJ Katuwu tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan dan meminta persidangan langsung ke pemeriksaan perkara. Majelis Hakim yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Eddy Joenarso menunda sidang hingga Kamis, 12 April dengan agenda pemeriksaan 10 saksi sesuai berkas acara pemeriksaan perkara tersebut. Sepuluh saksi itu nantinya akan bersaksi bagi 12 dan lima terdakwa kasus terorisme yang disidangkan secara terpisah. Saat ini kelima terdakwa menjalani penahanan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya bersama 12 terdakwa kasus yang sama namun dalam berkas yang berbeda. (*)
Copyright © ANTARA 2007