Jakarta (ANTARA News) - Sebelum meninggalnya Cliff Muntu (21), seorang praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dilaporkan telah terjadi keributan di kampus perguruan tinggi calon pamong praja itu di Jatinangor, Sumedang, Jabar, Senin malam.
Menurut seorang bapak (wali murid) dari praja IPDN yang takut namanya diungkapkan, mengutip keterangan anaknya, kepada ANTARA di Jakarta pada Rabu menyatakan bahwa Cliff selaku pimpinan kontingen Provinsi Sulawesi Utara, ada dalam arena keributan tersebut.
Terkait peristiwa itu, di lingkup para praja yunior IPDN ada instruksi keras untuk tutup mulut dan jangan membicarakan ihwal kematian Cliff dengan siapa pun termasuk para orang tua mereka.
"Jika ketahuan ada yang melanggar instruksi tidak simpatik ini, ada ancaman penganiayaan dan dipecat," ungkap orang tua praja yang berulang kali memohon namanya jangan disebut.
Instruksi ini dianggap sangat keterlaluan dan tidak mendidik, karena beberapa praja punya informasi penting mengenai kejadian sebelum tewasnya Cliff Muntu tersebut.
"Kami menyayangi dia. Sebab, dia itu senior kami yang betul-betul punya kewibawaan dan tanggungjawab tinggi. Mungkin dia mau menenangkan suasana keributan di salah satu barak kampus," kata orang tua itu lagi mengutip pengakuan anaknya.
Cliff Muntu sore itu pun baru selesai latihan membawa pataka (panji-panji IPDN), karena dia terpilih di antara banyak senior, sehingga posisinya itu juga diduga sebagai salah satu sumber iri hati yang memicu keributan.
"Sambil terisak-isak, anak saya dan beberapa rekannya yang masih praja yunior mengisahkan, betapa mereka sangat terpukul oleh kejadian tewasnya kakak mereka, Cliff Muntu yang banyak membantu mereka," urai orang tua ini.
Di kalangan para praja yunior (mahasiswa tingkat I IPDN), Cliff Muntu pun dikenal amat baik, sering membantu dan memberikan solusi atas berbagai masalah.
"Pada hari minggu, usai ke gereja, dia memberikan nasi bungkus kepada saya dan dengan nada seorang kakak, dia mengatakan, agar selalu rajin belajar, serta tidak lupa berdoa," kata seorang praja yunior seperti dikutip ayahnya itu.
Satu hal lagi yang diceritakan tentang mendiang Cliff Muntu ialah, orangnya selain pendiam, suka membantu dan memberi solusi, juga menonjol di berbagai bidang, karena penampilannya bagus, bertubuh atletis serta pintar.
"Itulah sebabnya, dia juga terpilih menjadi pimpinan kontingen Sulawesi Utara, karena faktor-faktor tadi," katanya dan menambahkan lagi, terpilihnya Cliff Muntu sebagai pembawa pataka yang menimbulkan terjadilah keributan di malam naas tersebut.
Dari sejumlah sumber, baik itu seorang dosen senior IPDN, juga orang tua Cliff Muntu, sebagaimana pula telah diberitakan sejumlah media nasional, ada tanda-tanda kekerasan di tubuh korban.
"Ada hal-hal yang patut dicurigai, karena di bagian belakang kepala Cliff Muntu itu keluar darah. Kalau sakit lever, mengapa keluar darah di kepala. Dan jenis sakit ini tidak pernah ada di tubuh Cliff, mulai sejak tes masuk hingga kini. Kan masuk di IPDN itu ketat dalam soal kesehatan dan IQ," kata orang tuanya dalam sebuah tayangan televisi di Jakarta.
Dengan kematian Cliff Muntu, tercatat sudah sekitar 35 praja IPDN meninggal sejak decade 1990-an, baru 10 di antaranya sempat diungkap tuntas penyebabnya, sebagian besar karena penganiayaan.
Akibat Sakit
Sementara itu, pihak pimpinan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yang menjadi payung politik institusi itu menyatakan, kematian Cliff Muntu, praja IPDN di Jatinangor, Jawa Barat, Selasa (3/4) subuh, karena sakit, bukan penganiayaan, kendati hingga kini belum ada kepastian berdasar hasil investigasi pihak kepolisian, termasuk otopsi.
Saut Situmorang dari Biro Humas Depdagri, selanjutnya menyatakan, praja IPDN asal Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) itu, sebelum wafat, sempat dilarikan ke rumah sakit oleh tujuh orang rekannya.
Dia memaklumi atas sorotan pers maupun publik, ihwal kematian seorang praja IPDN ini, mengingat beberapa waktu lalu, kampus ini pun heboh oleh berbagai tindak penganiayaan yang berakibat tewasnya praja masih yunior.
"Tapi yang kali ini, memang lain. Praja Cliff Muntu itu meninggal akibat sakit, bukan karena penganiayaan," katanya berdasarkan informasi resmi dari IPDN ke pihak Depdagri.
Peristiwa kematian Cliff Muntu, seorang praja yang dikenal pinter, rajin dan pendiam ini, diakuinya telah menambah deretan kasus di lingkungan kampus IPDN.
Namun, berkali-kali dia membantah jika ada tindak kekerasan di balik kematian Cliff Muntu, sebagaimana beberapa peristiwa lalu yang mengakibatkan IPDN disorot publik akibat tindak kekerasan oleh para senior terhadap praja yunior.
"Baik dari pihak IPDN maupun rumah sakit yang dirujuk memeriksa korban, tidak ditemui tanda-tanda penganiayaan," kata Saut Situmorang.
Dari penuturan pimpinan IPDN, lanjutnya, tujuh orang praja membawa Cliff sekitar pukul 23.30 WIB, hari Senin (2/4) tengah malam ke RS Al-Islam, Bandung.
Pihak rumah sakit memang sempat memberikan bantuan oksigen, tetapi nyawa Cliff tak tertolong lagi, mengingat penyakitnya sudah akut, sehingga dia dinyatakan menghembuskan nafas terakhirnya hari Senin (3/4) dinihari.
"Ini Cliff rupanya anak baik dan tak mau menyusahkan orang tua serta lingkungannya. Dia itu sudah menderita sakit, tetapi enggan terbuka kepada orang tua maupun teman-teman kampusnya," ujar Saut Situmorang lagi.
Mengapa ada otopsi untuk membuktikan ada penyebab lain dari kematiannya, Saut Situmorang mengatakan, itu merupakan keinginan pihak kepolisian, bukan keluarga atau IPDN.
Sekitar dua tahun silam, IPDN dihebohkan oleh praktek penegakkan disiplin secara keras oleh para senior kepada praja baru, dengan akibat banyak jatuh korban, ada yang sampai meninggal.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007