Medan (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia patut bersukur dengan penyelamatan diri dua WNI Muhammad Sofyan dan Ismail yang disandera Abu Sayyaf, kelompok bersenjata di perairan Filipina Selatan.
"Namun perlu diwaspadai bahwa dengan kejadian tersebut, kelompok bersenjata itu akan semakin lebih ketat lagi mengawasi tawanan WNI lainnya," kata Dosen Hukum Internasional Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Suhaidi, SH di Medan, Jumat.
Menurut dia, agar tidak terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap keselamatan WNI yang masih disandera kelompok bersenjata tersebut, maka pemerintah Indonesia dan Filipina harus lebih intensif lagi melakukan negosiasi tanpa menggunakan tembusan.
"Jika perlu, Indonesia melakukan operasi militer bersama Filipina untuk menyelamatkan WNI yang masih ditawan kelompok bersenjata itu," ujar Suhaidi.
Ia mengatakan, upaya yang dilakukan tawanan WNI itu perlu diberikan apresiasi karena cukup berani melarikan diri dari sekapan kelompok bersenjata yang selama ini sangat ditakuti.
Hal itu terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan diri karena terus mendapat ancaman dan teror oleh kelompok radikal tersebut.
"Bahkan, beberapa orang anggota Abu Sayyaf mencoba mengancam akan memenggal kepala WNI yang disandera itu, jika pembayaran uang tebusan belum juga diselesaikan," ucapnya.
Suhaidi menambahkan, pemerintah Indonesia mau pun keluarga WNI yang disandera itu tidak perlu melayani permintaan dari kelompok bersenjata tersebut.
Sebab, hal itu adalah pemerasan dan jika dipenuhi, maka kelompok bersenjata tersebut akan terus melakukan penculikan terhadap WNI di perairan Filipina.
"Pemerintah Indonesia harus lebih fokus untuk menyelamatkan nasib sandera WNI yang masih belum dibebaskan kelompok bersenjata tersebut," kata mantan Pembantu 1 Dekan Fakultas Hukum USU itu.
Sebelumnya, dua WNI Muhammad Sofyan dan Ismail yang disandera Abu Sayyaf selaku kelompok bersenjata di perairan Filipina Selatan berhasil melarikan diri.
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016