Jakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn.) Wiranto menyatakan siap menemui Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP), walaupun institusi itu tidak mengundangnya untuk memberikan penjelasan seputar tindak kekerasan sebelum dan setelah jajak pendapat di Timor Timur (kini Timor Leste) pada 1999. "Saya malah minta untuk bertemu KKP walaupun tidak diundang. Karena ini kesempatan yang sangat baik untuk memaparkan apa yang sebenarnya terjadi," kata Wiranto usai menghadiri Konvensi Nasional ke-10 Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (IKAL) di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan selama ini telah terjadi salah informasi yang dibangun di masyarakat tentang apa yang telah dilakukan TNI saat jajak pendapat berlangsung di Timtim. "Banyak yang saya amati berbeda dari hal-hal yang sesungguhnya dilakukan TNI, Polri, dan aparat lainnya saat mengawal jajak pendapat di Timtim," ujarnya. Karena itu, tambah Wiranto, dirinya akan datang menemui KKP untuk menyampaikan hal-hal yang sesungguhnya terjadi. Selama ini, menurut Wiranto, dirinya telah menyampaikan kepada publik tentang apa yang sebenarnya terjadi. Namun, pernyataannya kalah kuat dengan apa yang disampaikan pihak-pihak lain, terutama interpretasi tentang apa yang disebut pelanggaran HAM berat. Padahal, katanya, untuk pelanggaran HAM berat itu ada kriteria, definisi dan kategori khusus. "Tidak mungkin TNI/Polri melakukan hal-hal yang didisain untuk itu apalagi itu merupakan kelanjutan dari kebijakan negara," katanya. Meski demikian, Wiranto mengakui ada kesalahan dalam penanganan Timtim, namun hal itu bukan sesuatu yang disengaja atau merupakan bagian dari sistem perencanan sistematis dari lembaga manapun di negeri ini. Ditanya tentang paparan dari sejumlah tokoh dalam dengar pendapat kedua KKP RI-Timor Leste, pada minggu lalu, ia mengemukakan sepanjang yang disampaikan adalah hal yang sebenarnya, maka harus diterima. Ia mengatakan biarlah KKP yang telah disumpah dan dipilih itu menyelesaikan tugasnya dan jangan dirancukan dengan langsung memberikan tanggapan yang emosional atas setiap pemanggilan dalam rangka dengar pendapat. Itu semua, katanya, akan mempengaruhi proses pencapaian kemajuan hubungan kedua negara yang ingin masuk dalam konsep persahabatan yang lebih baik di masa depan. (*)
Copyright © ANTARA 2007