"Kami masih kejar terus DPO dan kami masih menghimbau dari pada dikejar-kejar lebih baik menyerahkan diri, diproses secara hukum. Artinya kalau mereka turun gunung kita akan perlakukan sebaik-baiknya," Rudy usai upacara 17 Agustus di halaman Kantor Gubernur Sulawesi Tengah.
Setelah pimpinan kelompok sipil bersenjata Santoso tewas pada 17 Juli 2016, jumlah buronan dalam DPO terorisme Poso menjadi 19 orang dan terus berkurang baik karena tertembak mati maupun menyerahkan diri.
Pada awal Agustus 2016, dua orang DPO menyerahkan diri yakni Salman dan Jumri masing-masing pada 7 Agustus dan 5 Agustus.
Rudy tidak bersedia mengungkapkan keberadaan sisa DPO karena khawatir mengganggu kerja tim Satgas Tinombala.
Menurut Rudy, dari peristiwa tertembaknya Ibrahim Rabu pagi melalui kontak senjata di Poso Pesisir, diduga kelompok sipil bersenjata itu mendekat ke perkampungan karena kekurangan makanan di dalam hutan.
Sementara jumlah senjata pabrikan yang masih dimiliki kelompok sipil radikal itu sebanyak lima pucuk.
"Yang rakitan kita masih cek," katanya.
Selain menggunakan senjata pabrikan dan rakitan, para teroris ini juga menggunakan bom lontong yang terungkap dari pengembangan pemeriksaan Salman yang menyerahkan diri kepada Satgas Tinombala.
Bom rakitan itu dapat diledakkan menggunakan korek api dan bisa juga menggunakan baterai.
Satgas Tinombala telah menyita satu bom lontong aktif di Desa Tamanjeka, Poso Pesisir berkat pengakuan Salman.
Pewarta: Adha Nadjemuddin
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016