Jakarta (ANTARA News) - Menristek Kusmayanto Kadiman menganggap ide Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) terapung di tengah laut dengan menggunakan kapal bertenaga nuklir untuk kebutuhan energi listrik di pulau-pulau Indonesia, belum perlu. "Kenapa mesti terapung, di darat saja bisa kok, apa tujuannya? Menjauhkan PLTN dari penduduk di darat?" kata Kusmayanto di sela Indonuclear 2007 di Jakarta, Selasa. Menurut dia, dengan PLTN terapung berarti perlu dilakukan pengayaan Uranium lebih tinggi lagi akibat keterbatasan kapasitas kapal. Hal ini dianggap akan mengundang kecurigaan internasional. "Misalnya untuk membuat pembangkit listrik berkapasitas 400MW, karena kapasitas kapal itu kecil berarti Uranium yang ada harus dikayakan lebih tinggi lagi. Ini akan lebih beresiko dituntut dunia internasional dikira kita mau membuat bom nuklir, karena dikayakan sedikit saja cukup untuk membuat `war head` (hulu ledak nuklir -red)," katanya. Kalau PLTN terapung itu menggunakan kapal selam bekas bertenaga nuklir milik Rusia, menurut dia, harus dikaji lebih dulu. Disebutkannya, kesepakatan dalam NPT (Traktat Non Proliferasi) negara pemilik senjata nuklir diharuskan mengurangi persenjataan nuklirnya, maka Rusia tak punya pilihan lain selain menjualnya atau membuangnya, ujarnya. Sementara itu, pengamat teknologi nuklir, Adjar Irawan Hidayat mengatakan, dunia saat ini mulai memikirkan kemungkinan dioperasikannya PLTN nuklir terapung, karena cukup menguntungkan. "Rusia mendisain kapal sepanjang 130x30 meter yang digerakkan dua PLTN berkapasitas masing-masing 35MW, dapat bekerja 7.000 jam setahun dan mampu beroperasi sampai 40 tahun. Sebagai perbandingan PLT Diesel berdaya 20 MW memerlukan bahan bakar solar Rp5 miliar per bulan," katanya. Menurut dia, tidak perlu ada keberatan soal perlunya pengayaan Uranium U-235 untuk PLTN terapung, karena pengayaan Uranium di PLTN terapung cukup 60 persen saja. Itu masih jauh dari angka pengayaan hingga 98 persen untuk membuat bom nuklir. Namun perlu diketahui juga untuk membuat suatu PLTN (di darat), konsentrasi U-235 pada reaktornya sangat rendah, yakni tak lebih dari lima persen. Sisanya adalah U-238 yang justru berfungsi menghambat berlangsungnya reaksi berantai menghasilkan panas.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007