Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kota Yogyakarta akan menata pengamen angklung yang beraksi di beberapa simpang jalan utama di kota tersebut dengan menempatkan mereka di lokasi-lokasi tertentu.
"Sudah ada pembicaraan dengan Pemerintah DIY dan Pemerintah Kota Yogyakarta yang akan menata pengamen tersebut agar tidak berada di simpang jalan karena bisa mengganggu keselamatan pengguna jalan," kata Kepala Bidang Pengendalian dan Operasi Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta Totok Suryonoto di Yogyakarta, Selasa.
Berdasarkan kajian yang dilakukan, keberadaan pengamen angklung di sejumlah simpang jalan tersebut melanggar Peraturan Daerah DIY Nomor 1 Tahun 2014 tentang Gelandangan Pengemis dan Anak Jalanan.
Meskipun pengamen tersebut memainkan lagu dengan peralatan musik yang beragam, namun tetap dikategorikan sebagai pengemis karena ada orang yang meminta uang kepada pengguna jalan yang berhenti saat lampu lalu lintas menyala merah.
"Apa yang mereka lakukan bukan hanya sekadar sebuah ekspresi seni tetapi sudah dijadikan sebagai pekerjaan. Oleh karena itu, dari hasil kajian disimpulkan bahwa mereka masuk kategori pengemis," katanya.
Totok menyatakan, terdapat 14 kelompok pengamen angklung di Kota Yogyakarta yang sudah didata oleh Pemerintah DIY dan jumlah tersebut sudah dikunci sehingga tidak diperbolehkan lagi adanya penambahan. Sebagian besar anggota dari kelompok tersebut merupakan warga Kota Yogyakarta.
"Mereka juga sudah diajak berbicara dan mau mengerti serta bersedia untuk ditata dengan menempatkan mereka ke beberapa lokasi," katanya.
Lokasi yang dibidik untuk dijadikan "panggung" bagi pengamen angklung tersebut berada di tempat-tempat umum yang banyak dilalui wisatawan maupun masyarakat.
Di antaranya Alun-Alun Utara dan Selatan, Terminal Giwangan, Taman Parkir Ngabean, Taman Parkir Abu Bakar Ali, Stasiun Tugu dan Lempuyangan, XT-Square, kawasan Malioboro dan Senopati.
"Hal ini baru merupakan wacana. Kami masih perlu berkoordinasi dengan sejumlah pihak yang lokasinya akan dijadikan sebagai lokasi pengamen angklung ini. Belum tentu pemilik tempatnya setuju," katanya.
Kelompok tersebut juga dijadwalkan memiliki jadwal tampil khusus dan seluruhnya berkesempatan menjajal semua lokasi yang sudah ditetapkan. "Ada prinsip keadilan. Jika memang ada lokasi yang sepi, maka seluruh kelompok pernah merasakannya. Begitu juga sebaliknya," katanya.
Pewarta: Eka Arifa
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016