Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa para pemimpin umat Islam perlu mengambil peran yang lebih besar dalam penyelesaian konflik Irak. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Presiden saat membuka konferensi internasional Pemimpin Umat Islam bagi Rekonsiliasi Irak di Istana Bogor, Jabar, Selasa sore. "Saat ini sebagian besar konflik dapat diselesaikan dengan `soft-power`, `hard-power` tidak lagi menyelesaikan permasalahan,...warga Irak memerlukan kenyamanan spiritual dan bimbingan dari pemimpinnya," kata Presiden. Presiden menegaskan bahwa konflik di Irak saat ini adalah peperangan antara hati dan pikiran yang tidak dapat dimenangkan dengan senjata dan bom. Menurut Presiden, para pemimpin umat Islam memiliki peran penting karena didengar oleh seluruh pengikutnya. "Banyak kasus konflik di masa lalu dapat terselesaikan karena keterlibatan para pemimpin umat," katanya. Untuk mencapai perdamaian jangka panjang diperlukan suatu kekuatan spiritual yang kuat sehingga peran pemimpin umat sangat penting. Oleh karena itu, Presiden mengatakan, dalam pertemuan kali ini para ulama dapat saling bertukar pemikiran untuk menciptakan rekonsiliasi dengan pemaaafan sebagai dasarnya. "Kita memerlukan inisiatif yang nyata bagi dialog persaudaraan menuju perdamaian,...kita ada di persimpangan, semua ini sekarang krusial dan penting," kata Presiden. Presiden menegaskan bahwa kewajiban untuk menemukan cara guna menciptakan perdamaian di Irak adalah tanggung jawab semua umat Islam karena persaudaraan antar umat Islam tidak mengenal batas negara. "Setiap muslim peduli dengan setiap kematian yang terjadi di Irak,...sebagai negara berpenduduk muslim besar Indonesia juga sangat peduli dengan itu," katanya. Presiden menjelaskan bahwa Indonesia telah mengusulkan penyelesaian tiga langkah untuk menyelesaikan konflik di Irak dalam pertemuannya dengan Presiden AS di Bogor November. "Langkah pertama adalah rekonsiliasi nasional, jika itu tercapai kemudian langkah kedua adalah penarikan pasukan koalisi AS untuk digantikan dengan pasukan koalisi baru dari negara muslim dan yang ketiga adalah rekonstruksi," katanya. Konflik sektarian di Irak yang terjadi pasca pendudukan AS pada 2003 telah mengakibatkan lebih dari 34 ribu warga Irak meninggal dan 37 ribu terluka serta 471 ribu tidak diketahui keberadaannya, hanya pada 2006. Aksi kekerasan yang terjadi telah mengikis tradisi toleransi beragama dan sikap saling menghormati. Pertemuan Bogor, 3-4 April, melibatkan dua pihak kelompok Sunni- Syiah internasional dari 9 negara, yaitu Iran, Irak, Mesir, Malaysia, Lebanon, Pakistan, Suriah, Turki, dan Indonesia.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007