Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad menilai kebijakan pelonggaran besaran pinjaman terhadap nilai agunan atau loan to value (LTV) untuk properti hanya bersifat sementara sesuai kondisi perekonomian.
"Kalau LTV itu kan konteksnya dalam rangka countercyclical (kebijakan pemerintah yang proaktif) measures dan itu mustinya juga temporary (sementara). Jadi kalau memang sedang longgar mengalami penurunan, kamia dorong ia kembali hidup sehingga dengan demikian bisa counter kelemahan yang ada," ujar Muliaman di Jakarta, Senin.
Namun demikian, lanjut Muliaman, apabila pertumbuhan sektor properti sudah terlalu tinggi, bisa saja diubah kembali oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan.
"Mudah-mudahan karena ini temporary, any time bisa kita sesuaikan," katanya.
Muliaman menuturkan saat ini pertumbuhan ekonomi domestik memang tengah melemah dan pemerintah sedang mendorong pertumbuhan properti yang juga ikut melemah.
Sektor properti dinilai dapat menjadi leading indicator (indikator utama) dan memberikan efek ganda atau multiplier effect untuk tumbuh kembangnya permintaan di sektor lain.
"Hal yang berkaitan dengan properti banyak sekali mulai dari besi, pasir, semen, dan sebagainya. Jadi ia bisa menjadi leading indicator untuk menggambarkan kemajuan perekonomian," ujar Muliaman.
Sebelumnya, Bank Indonesia meyakini pada semester II 2016 permintaan dari masyarakat dan pasokan kredit perbankan akan meningkat dan mampu memulihkan penyaluran kredit yang loyo di semester I.
Relaksasi kebijakan makroprudensial dengan penaikan batas bawah rasio pinjaman terhadap pendanaan bank (Loan to Funding Ratio/LFR) menjadi 80 persen dari 78 persen yang akan meningkatkan pasokan kredit perbankan, dan pelonggaran rasio pinjaman kredit dari agunan (Loan To Value/LTV) Kredit Pemilikan Rumah menjadi 85 persen dari 80 persen, diyakini bisa menggenjot permintaan kredit lini konsumer tersebut.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016