Masih ada hutang 43 RUU prioritas 2016, sementara waktu kerja efektif yang tersedia untuk melakukan pembahasan RUU hanya tinggal 48 hari kerja."
Jakarta (ANTARA News) - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) meragukan kesanggupan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyelesaikan pembahasan 50 rancangan undang-undang yang telah ditetapkan sebagai target selama 2016.
Keputusan DPR untuk menambah target pembahasan RUU dari 40 RUU pada awal tahun menjadi 50 RUU pada awal masa sidang V yakni Mei 2016, dianggap tidak rasional mengingat sejak Januari-Juli 2016 hanya ada tujuh RUU yang berhasil disahkan.
"Masih ada hutang 43 RUU prioritas 2016, sementara waktu kerja efektif yang tersedia untuk melakukan pembahasan RUU hanya tinggal 48 hari kerja," ujar peneliti Formappi bidang fungsi legislasi Lucius Karus kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Rendahnya capaian kerja DPR, menurut dia, menunjukkan bahwa instrumen prolegnas dan RUU prioritas hanya dianggap formalitas tanpa landasan pemikiran yang serius tentang RUU apa saja yang harus diprioritaskan pembahasannya dalam satu tahun.
Konsep evaluasi DPR juga bisa dikatakan tidak berjalan karena perencanaan legislasi yang dilakukan DPR tidak mengacu pada hasil kerja tahun sebelumnya. Untuk diketahui bahwa pada 2015 DPR hanya mampu merampungkan pembahasan tiga diantara 40 RUU yang ditargetkan.
Suatu lembaga yang menganggap remeh pentingnya evaluasi, menurut Lucius, adalah lembaga yang hampir pasti tidak memiliki kinerja positif. DPR menjadi contoh lembaga besar dengan anggaran yang juga besar namun produktivitasnya rendah.
"Inilah penyakit laten dalam perencanaan DPR yakni menetapkan target prioritas tetapi tidak punya gereget untuk menyelesaikannya," kata dia.
Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016