Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) meyakini ketentuan baru yang dikeluarkan untuk mendorong intermediasi pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan berhasil mendorong percepatan kredit ke sektor tersebut. "Sekitar 60 persen kredit yang disalurkan berasal dari kredit sampai dengan Rp10 miliar. Dengan ketentuan baru itu, diharapkan bank akan berani memberikan pinjaman kepada mereka, sehingga akan ada percepatan pemberian kredit," kata Direktur Perencanaan Strategis dan Humas BI, Budi Mulya, di Jakarta, Selasa. Menurut dia, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Perubahan Kedua Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/2/PBI/2006 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum itu merupakan komitmen BI untuk terus mendukung perkembangan UKM. Sementara itu, Deputi Gubernur BI, Mulyaman D. Hadad, di tempat yang sama menjelaskan bahwa ketentuan baru tersebut sangat kondusif bagi pengembangan UKM dan diharapkan bisa mendorong laju perekonomian nasional. Mengenai penerapan "Uniform Classification System" (USC), Mulyaman menilai, hal itu secara substansi sangat baik karena bank akan menerapkan kriteria yang sama pada proyek yang sama yang dibiayai juga oleh bank lain. Beberapa pokok aturan terkait penyempurnaan dari PBI sebelumnya, antara lain penetapan kualitas aktiva produktif hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga diberlakukan untuk kredit dan penyediaan dana lain sampai dengan jumlah Rp500 juta, kemudian kredit dan penyediaan dana lain kepada UKM dengan jumlah lebih dari Rp500 juta sampai dengan Rp20 miliar bagi bank yang memiliki predikat sistem pengendalian risiko untuk risiko kredit sangat memadai (strong). Selain itu, rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling kurang sama dengan ketentuan yang berlaku, dan memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan Bank minimal 3. Untuk kredit lebih dari Rp500 juta sampai dengan Rp10 miliar bagi bank yang memiliki predikat sistem pengendalian risiko untuk risiko kredit dapat diandalkan (acceptable), rasio KPMM paling kurang sama dengan ketentuan yang berlaku, dan memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan Bank minimal 3. Dalam PBI itu juga disebutkan bank wajib menetapkan uniform classification system (UCS) atas pemberian aktiva produktif itu, antara lain kepada satu debitur atau satu proyek yang sama senilai lebih dari Rp10 miliar, kemudian kepada satu debitur atau satu proyek yang sama dengan jumlah nilai antara Rp500 juta sampai dengan Rp10 milyar, untuk debitur yang merupakan 50 debitur terbesar bank ataupun diberikan berdasarkan perjanjian pembiayaan bersama. BI juga memberikan keringanan penetapan kualitas penempatan berupa kredit kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam rangka `linkage program` dengan pola `executing`, khususnya untuk kualitas kurang Lancar dan macet, yaitu dinilai Kurang Lancar apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 30 hari dan macet apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga lebih dari 30 hari. Jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) diperluas dengan tambahan yaitu mesin yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan hak tanggungan, dan resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang. Sementara itu, pengamat ekonomi Ryan Kiryanto menilai positif ketentuan baru yang dikeluarkan BI tersebut karena diharapkan dapat mendorong perkembangan sektor riil utamanya UKM. "Itu juga akan positif bagi perbankan untuk ekspansif, kendati untuk bank-bank besar yang punya `core business` di `corporate banking` menjadi tidak ada efeknya. Namun ini akan mendorong sektor riil, utamanya UKM, dalam meningkatkan permintaan kredit," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007