"Mereka yang kami deportasi karena menyalahi izin tinggal seperti overstay atau masa izin tinggalnya habis," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Sukabumi Filianto Akbar di Sukabumi, Minggu.
Menurutnya, mayoritas WNA yang dideportasi tersebut berasal dari China, Singapura dan negara Arab. Biasanya mereka masuk ke Indonesia dengan izin untuk bekerja maupun wisata, namun setelah masa tinggalnya habis mereka tidak melapor.
Selain masalah izin tinggal, pihaknya juga tengah menangani kawin campur dengan cara memalsukan surat nikah. Ini modus yang biasanya dilakukan WNA untuk tinggal di Indonesia khususnya Sukabumi yakni dengan menikahi warga lokal.
Untuk yang terbaru, Kantor Imigrasi Sukabumi sedang menangani empat imigran gelap atau pencari suaka yang berasal dari Bangladesh. Mereka ditangkap saat hendak menyeberang ke Australia melalui kawasan Pantai Palampang, Kecamatan Ciemas, Kabupaten pada Juni lalu.
"Kami masih berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM terkait masalah keempat pencari suaka ini, mereka masih berada di ruang detensi imigrasi Kantor Imigrasi Sukabumi dan belum dilakukan deportasi," tambahnya.
Di sisi lain, Akbar mengatakan pantai selatan Kabupaten Sukabumi yang salah satunya Pantai Ujunggenteng menjadi tempat primadona bagi pencari suaka yang ingin menyeberang ke Pulau Christmas, Australia karena jaraknya yang cukup dekat.
Bahkan, hampir setiap tahun ada saja imigran gelap yang mencoba menyeberangi laut yang dikenal memilki gelombang tinggi tersebut. Padahal negeri Kanguru tersebut sudah lagi tidak menerima pencari suaka, yang imbasnya pengungsi memilih tinggal di Indonesia.
Maka dari itu, untuk antisipasi adanya percobaan penyebrangan atau penyelundupan imigran gelap ini, pihaknya membentuk tim pengawasan orang asing di tingkat kecamatan.
"Sekarang baru 16 kecamatan yang sudah memiliki tim pengawasan orang asing dari 47 kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Pembentukan tim ini sesuai dengan amanat undang-undang," katanya.
Pewarta: Aditya A Rohman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016