Jakarta (ANTARA News) - Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengatakan retribusi pengangkutan sampah dari kawasan komersial meningkat hingga Rp1,2 miliar per Mei 2016 karena dilakukannya penertiban.
"Bayangkan, bandingkan dari Januari 2016 yang Rp90 juta di Mei 2016 naik hingga Rp1,2 miliar," kata Wakil Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Ali Maulana Hakim, Jakarta, Jumat.
Berarti kata dia, selama ini selain ada penyimpangan, ada juga yang subsidi terlalu besar hilangnya setiap bulannya.
Dia mengatakan pihaknya terus melakukan penertiban dan pengawasan ketat terhadap pengguna jasa pengangkutan sampah Dinas Kebersihan DKI yang berasal dari kawasan komersial di Jakarta ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Dengan pengawasan dan penertiban itu, Ali mengatakan retribusi yang semula pada Januari 2016 senilai Rp90 juta dapat meningkat menjadi Rp1,2 miliar pada Mei 2016.
Angka kenaikan itu meningkat secara berkala dengan rincian pada Februari 2016 senilai hampir Rp200 juta, pada maret 2016 sekitar Rp400 juta, dan pada april 2016 sekitar Rp700an juta.
Dia mengungkapkan selama ini telah terjadi penyimpangan dalam penggunaan jasa pengangkutan sampah Dinas kebersihan DKI hingga ke tempat pembuangan sampah akhir.
Ali mengatakan fakta di lapangan sebelum dilakukannya penertiban, pengguna kawasan komersial seperti perusahaan, perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan dan restoran membuang sampah liar ke tempat pembuangan sementara milik Dinas Kebersihan tanpa membayar retribusi atau mendapat subsidi padahal sesuai peraturan kawasan komersial tidak mendapat subsidi pengangkutan sampah karena mereka tergolong mampu.
"Misalnya begini ada perusahaan yang besar atau apartemen, pengelola kawasan bisnis tadi diam-diam membuang sampah jadi sampah liar atau membuang ke dipo (tempat pembuangan sampah sementara) kita, atau dia diam-diam bekerja sama dengan supir truk kita. Supir truk kita ambil ke restoran mereka," jelasnya.
Padahal, menurut Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah, Ali mengatakan kawasan komersial wajib mengelola sampahnya sendiri.
"Mereka sudah kita buat aturan per 1 Juni sudah efektif, mereka mencari atau berkontrak dengan penyedia angkutan sampah, boleh langsung diangkut ke Bantar Gebang ke tempat pembuangan akhir kita tapi bayar retribusi atau mereka berkontrak dengan penyedia swasta yang bisa mengelola sampahnya sendiri maka mereka tidak perlu bayar retribusi ke kita," ujarnya.
Untuk menangani masalah itu, dia mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan pengelola swasta terkait pengangkutan sampah untuk mengawasi proses pengangkutan sampah dari kawasan komersial.
Dia mengatakan supir truk yang kedapatan bekerja sama dengan pengelola kawasan komersial yang tidak tertib membayar retribusi maka akan langsung dipecat.
Selain itu, Ali menuturkan ada masalah di mana pengelola kawasan komersial itu membayar ke salah satu petugas di lapangan tapi uang itu tidak sampai ke pihak dinas.
Akhirnya, dengan pengawasan yang dilakukan tersebut, maka terjadi peningkatan perolehan retribusi.
"Kawasan B to B tadi, selain kita terima retribusi buang ke Bantar Gebang, mereka bayar juga untuk pengangkutan buangnya," tuturnya.
Selain itu, Ali mengatakan pengelola di kawasan komersial juga dapat mengelola sampahnya secara mandiri jika memiliki lahan, kemampuan dana serta keterampilan untuk membuat pengelolaan sampah sendiri dalam skala kecil.
Dia mengatakan dari total sampah di DKI Jakarta, sebanyak 53 persen merupakan sampah pemukiman dan 47 persen sampah kawasan komersial.
Sampah kawasan komersial itu selama ini diangkut dengan truk dan operator Dinas Kebersihan ke tempat pembuangan akhir Bantargebang dengan subsidi atau tanpa beban biaya.
"Mereka hanya bayar retribusi, retribusi itu kan subsidi. Pak gubernur tidak mau lagi subsidi orang mampu. Orang dia (pengelola kawasan komersial) profit oriented dan di Perda (peraturan daerah) ada kita buat aturannya dan kita sudah jalani sekarang," ujarnya.
Pewarta: Martha HS
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016