"Anggaran riset kita bukan lagi kecil tapi sangat kecil, hanya 0,09 persen dari produk domestik bruto atau Rp15 triliun pada tahun ini," kata dia, di Padang, Jumat.
Pada kuliah umum di Universitas Andalas (Unand) dengan tema "Kebijakan Peningkatan Publikasi Kekayaan Intelektual Hilirasasi dan Komersialisasi Riset" dalam rangka Lustrum Unand ke-12.
Menurut dia, di Singapura anggaran riset mencapai 0,62 persen, Malaysia satu persen, bahkan Korea Selatan sudah empat persen.
Ia mengakui sumber daya peneliti terbatas karena lebih banyak bergelar sarjana, selain masih minim laboratorium yang memadai sehingga semua ini harus direvitalisasi.
Kemenristekdikti menyiapkan beasiswa untuk menambah jumlah peneliti lulusan S2 dan S3, sebanyak 2.000 beasiswa untuk dalam negeri dan 300 beasiswa di luar negeri, katanya lagi.
Ia menyebutkan, saat ini jumlah sumber daya peneliti baru 1.071 orang dari setiap satu juta penduduk.
Bahkan kalau dilihat lebih lanjut hampir 50 persen sumber teknologi yang ada pada industri Tanah Air berasal dari luar negeri.
Industri yang ada di Indonesia pemasok teknologinya dari luar negeri, sementara dalam negeri ada keahlian namun belum dimanfaatkan, bahkan 59 persen industri tidak pernah melaksanakan kerja sama riset dengan perguruan tinggi di Tanah Air, ujarnya pula.
Ia menambahkan, akan mengalokasikan anggaran riset tahun berjangka karena selama ini tidak ada riset yang bisa selesai hanya dalam waktu setahun.
Selain itu, riset tidak boleh selesai hanya sampai publikasi karena harus terus dikembangkan, sehingga dapat diterapkan hasilnya, kata dia lagi.
Rektor Universitas Andalas Tafdil Husni mengatakan pada tahun ini, pihaknya memberikan dana alokasi khusus untuk semua guru besar dalam melakukan penelitian dengan sejumlah persyaratan yang ditetapkan.
Ia menyebutkan saat ini Unand memiliki 912 orang peneliti, dan anggaran penelitian pada 2014 Rp15,5 miliar serta pada 2016 naik menjadi Rp35,1 miliar.
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016