Jakarta (ANTARA News) - Rohaniwan sekaligus budayawan, Romo Franz Magnis Suseno, mengatakan, terorisme sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan tidak boleh diberi ruang gerak, apalagi kesempatan untuk mengembangkan diri.
"Terorisme harus ditindak secara tegas, jangan hanya bicara. Intinya, terorisme itu tidak boleh ada di muka bumi karena jelas mereka mengancam perdamaian umat manusia," kata Romo Magnis, di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, teroris adalah kelompok kecil yang punya kesadaran ideologi sendiri, yaitu ideologi ekstremis. Mereka sulit sekali untuk diajak kompromi, apalagi disadarkan, karena lebih percaya pada ideologi kekerasan yang didapatnya dari dunia luar.
"Jadi, terorisme itu selalu identik dengan kekerasan dan pembunuhan," kata tokoh yang memperoleh anugerah Bintang Mahaputra Utama, pada 2015 itu.
Terkait peran tokoh keagamaan dan kebangsaan dalam penanggulangan terorisme, Romo Magnis mengatakan bahwa ia belum melihat efektivitas peranan para tokoh itu.
"Saya dan para tokoh sering berdialog antaragama, tapi itu tidak berdampak langsung dalam penanggulangan terorisme di Indonesia sehingga terorisme harus ditindak secara tegas juga," katanya.
Meski demikian, lanjut Romo Magnis, tokoh-tokoh itu mempunyai peran penting menciptakan suasana saling menerima antarpelbagai unsur yang ada di Indonesia.
Ia pun mendorong peningkatan pemahaman kebangsaan seperti penguatan kembali nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika untuk memelihara perdamaian di Indonesia mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
Hal senada dikemukakan Pembantu Rektor II Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Waryono Abdul Ghofur. Menurut dia, pemahaman kebangsaan, juga sejarah bangsa Indonesia, penting disampaikan kepada generasi muda dan para pihak yang terpengaruh radikalisme.
"Mereka lebih banyak mengakses informasi dari luar, khususnya anak-anak muda sekarang yang tidak telaten mempelajari sejarah sekaligus tidak paham apa di balik peristiwa sejarah itu," katanya.
Ia mengatakan para anak bangsa harus didorong untuk kembali pada semangat para pendiri bangsa bahwa perbedaan di Indonesia, termasuk perbedaan agama dan keyakinan, tidak bisa hilang. Justru dengan perbedaan itulah para pendiri bangsa membangun kesatuan.
Waryono mengibaratkan perbedaan bangsa Indonesia itu seperti bahan bangunan yang terdiri dari batu bata, semen, paku, dan kayu yang semuanya merupakan komponen yang harus menyatu.
"Jika kita masih mau menyatu sebagai bagian dari NKRI maka batu biarlah menjadi batu, semen biarlah menjadi semen, tapi kita diikat oleh Pancasila. Itulah bangunan keindonesiaan. Jadi, anak-anak kita dan masyarakat yang banyak diterpa semangat radikal perlu disadarkan akan hal itu," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016