Jangan pernah malas minum hanya karena malas ke toilet."

Jakarta (ANTARA News) - Suhu udara terasa cukup hangat ketika rombongan petugas dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) daerah kerja Mekkah, Arab Saudi, tiba di kota suci itu pada Selasa (9/8) tengah malam.

Alat pengukur suhu yang melekat di hampir setiap telepon pintar menunjukkan angka 37 derajad Celcius.

Suhu yang hangat mengakibatkan tubuh terasa gerah di balik balutan kain ihram -dua lembar kain tanpa jahitan- yang tidak bisa dibilang tipis. Oleh karenanya aktivitas fisik ringan seperti memindahkan koper pun membuat peluh menetes.

Malam itu para petugas PPIH daerah kerja Mekkah memang dijadwalkan langsung melakukan umrah selamat datang begitu tiba di Mekkah.

Oleh karena mereka sudah mengambil niat ihram di bandara internasional Jeddah ---miqat bagi jamaah haji yang memasuki Mekkah melalui Jeddah-- maka para petugas itu telah mengenakan ihram dua jam sebelum mereka memasuki kota Mekkah.

Apabila suhu udara menjelang dini hari saja mencapai 37 derajad Celcius, apa kabar dengan suhu di siang hari, saat sebagian besar prosesi haji akan dilaksanakan.

Pantas kiranya jika banyak pihak, mulai dari menteri agama hingga para petugas lapangan, mengkhawatirkan cuaca sebagai batu sandungan kelancaran aktivitas ibadah jamaah haji Indonesia pada musim haji 1437H/2016M.

Ditemui pada saat pembekalan petugas PPIH pada Juli, Kepala Biro Umum/Pgs Kanpinmas Kementerian Agama Syafrizal pun mengamini hal itu.

Singkat ia menyebut cuaca sebagai tantangan paling besar yang akan dihadapi oleh para jamaah haji asal Indonesia pada musim haji kali in.

Tidak ada keraguan bahwa cuaca yang diprediksi akan ekstrim pada tahun ini dipastikan dapat menyulitkan para jamaah haji Indonesia berdasarkan pengalamannya di lapangan mengelola pelaksanaan haji.

"Karena dibandingkan tahun lalu, haji kali ini maju sekitar 10 hari sehingga akan melewati bulan-bulan panas," katanya menggarisbawahi cuaca yang dinilainya tidak terlalu bersahabat.

Tahun 2015 bahkan tercatat suhu dapat mencapai 50 derajad Celcius pada saat jemaah haji melakukan wukuf atau tinggal di padang Arafah.

Bagi sebagian besar warga Indonesia yang hampir tidak pernah mengalami suhu udara di atas 40 derajad Celcius, suhu udara yang cukup tinggi tentu akan menyulitkan.

"Terutama bagi para jamaah resiko tinggi," katanya merujuk pada jamaah dengan kondisi kesehatan yang tidak prima.

Mengingat cuaca merupakan faktor alam yang tidak mudah diubah, maka tidak ada pilihan lain bagi jamaah Indonesia selain bersiap diri untuk beradaptasi dengan kondisi cuaca di Arab Saudi.

Selain diminta untuk menjaga kesehatannya hingga hari keberangkatan, jamaah haji juga secara khusus dianjurkan agar tidak melakukan terlalu banyak kegiatan di luar ruangan, di luar kegiatan-kegiatan wajib saat berhaji, dan membawa payung, topi dan semprotan air jika berada di luar ruangan. "Semprotan air dapat membantu," katanya.

Bagi jamaah haji gelombang pertama yang mulai diberangkatkan pada 9 Agustus diharapkan terlebih dahulu melakukan adaptasi di Madinah dan pandai-pandai mengatur kegiatannya sebelum prosesi puncak haji pada September untuk menghindari kelelahan.


Banyak Minum

Semprotan air, payung ataupun topi memang akan sangat membantu namun satu hal yang utama justru memastikan agar tubuh tidak kekurangan cairan.

Salah satu bahaya utama dari suhu udara yang cukup ekstrim adalah tingginya peluang para jamaah haji mengalami dehidrasi dan "heat stroke".

Kepala Pusat Kesehatan Haji Muchtaruddin Mansyur dalam pembekalan petugas haji pada akhir Juni, secara khusus meminta para petugas haji untuk tidak pernah lelah mengingatkan para jemaah agar tidak lalai mengonsumsi air minum yang cukup.

Keputusan untuk mengurangi pasokan air minum untuk menghindari pergi ke kamar kecil dapat berakibat fatal.

Kekurangan cairan dapat memicu dehidrasi yaitu gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan.

Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh yang pada tingkat berat, yaitu jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan, dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, koma, bahkan bisa saja meninggal dunia.

Sementara "heat stroke" atau sengata panas adalah kondisi dimana suhu tubuh dapat mencapai lebih dari 40 derajat C atau lebih. "Heat stroke" dapat disebabkan oleh karena kenaikan suhu lingkungan, atau aktivitas tinggi yang dapat meningkatkan suhu tubuh.

Gejala umum yang menandai serangan heatstroke antara lain mual, kejang, kebingungan, disorientasi, dan kadang-kadang kehilangan kesadaran atau koma bahkan di tahap lanjut dapat memicu komplikasi mematikan atau menyebabkan kerusakan pada otak dan organ internal lainnya.

Orang dengan usia 50 tahun ke atas disebutkan lebih rentan mengalami "heat stroke" walaupun tidak menutup kemungkinan menyerang orang yang jauh lebih muda.

Data dari pusat informasi haji menyebutkan bahwa per 7 Juni 2016 dengan cakupan 125.050 jamaah (81,47%), jumlah jamaah haji risiko tinggi diketahui sebanyak 58.739 jemaah (46,97%).

Peningkatan tersebut seiring dengan bertambahnya jamaah berusia lebih dari 60 tahun, dari 26% pada tahun 2015 menjadi 34,88% pada tahun 2016. Diketahui pula bahwa jemaah haji risti dengan Esensial Primary Hypertension/darah tinggi 42,18%, diikuti dengan kasus Hypercolesterolemia/kadar kolesterol di atas normal (15,30%), Diabetes Mellitus Type 2 (12,7%), Hyperlipidemia (9,19%) dan Cardiomegali/gangguan pada jantung (6,21%).

Merujuk pada fakta itu tampaknya konsumsi air minum yang cukup adalah sebuah pilihan yang tidak terelakkan. Fasilitas air zam zam yang terdapat hampir di setiap sudut Masjidil Haram pun memudahkan para jamaah untuk mengakses air minum. Sementara toilet pun tampak memadai tersedia. walaupun tentu perlu kesabaran untuk berbagi bersama jutaan jamaah dari seluruh dunia.

"Jangan pernah malas minum hanya karena malas ke toilet," pesan Muchtaruddin bagi seluruh jamaah haji Indonesia, 155.200 haji reguler dan 13.600 haji khusus.

Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016