Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mengeluarkan ketentuan baru untuk mendorong intermediasi pada usaha kecil dan menengah (UKM), serta mendorong penguatan manajemen risiko perbankan. "Perubahan ketentuan ini merupakan bentuk upaya Bank Indonesia untuk terus peka terhadap kompleksnya masalah pembiayaan industri perbankan ke sektor riil", demikian pernyataan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin. BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Perubahan Kedua Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/2/PBI/2006 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Dijelaskannya, PBI baru ini dikeluarkan karena menyadari pentingnya peran perbankan yang lebih besar dalam pembiayaan kepada dunia usaha. Sebagai implementasi dari kebijakan di atas, dilakukan beberapa perubahan terhadap pengaturan penilaian kualitas aktiva bank umum dalam rangka memfasilitasi percepatan pembiayaan, yang tetap memperhatikan faktor penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko pada bank. Beberapa pokok aturan terkait penyempurnaan dari PBI sebelumnya, antara lain penetapan kualitas aktiva produktif hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga diberlakukan untuk kredit dan penyediaan dana lain sampai dengan jumlah Rp500 juta, kemudian kredit dan penyediaan dana lain kepada UKM dengan jumlah lebih dari Rp500 juta sampai dengan Rp20 milyar bagi bank yang memiliki predikat sistem pengendalian risiko untuk risiko kredit sangat memadai (strong). Selain itu, rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling kurang sama dengan ketentuan yang berlaku, dan memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan Bank minimal 3. Sedangkan, untuk kredit lebih dari Rp500 juta sampai dengan Rp10 milyar bagi bank yang memiliki predikat sistem pengendalian risiko untuk risiko kredit dapat diandalkan (acceptable), rasio KPMM paling kurang sama dengan ketentuan yang berlaku, dan memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan Bank minimal 3. Dalam PBI itu juga disebutkan bank wajib menetapkan "Uniform Classification System" (UCS) atas pemberian aktiva produktif itu, antara lain kepada satu debitur atau satu proyek yang sama senilai lebih dari Rp10 milyar, kemudian kepada satu debitur atau satu proyek yang sama dengan jumlah nilai antara Rp500 juta sampai dengan Rp10 milyar, untuk debitur yang merupakan 50 debitur terbesar bank ataupun diberikan berdasarkan perjanjian pembiayaan bersama. BI juga memberikan keringanan penetapan kualitas penempatan berupa kredit kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam rangka `linkage program` dengan pola `executing`, khususnya untuk kualitas kurang Lancar dan macet, yaitu dinilai Kurang Lancar apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 30 hari dan macet apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga lebih dari 30 hari. Jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) diperluas dengan tambahan yaitu mesin yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan hak tanggungan, dan resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang. "Selain dengan dukungan relaksasi kebijakan, diperlukan pula peran para bankir untuk bekerja lebih keras, lebih inovatif dan lebih kreatif dalam menyalurkan kredit, dalam koridor prinsip kehati-hatian," kata Burhanuddin. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007