"Berdasarkan UU APBNP 2016, sebetulnya di pasal 26 mengamanatkan kami bisa melakukan penyesuaian itu tanpa APBNP," kata Sri dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Pasal 26 ayat 1 UU APBNP 2016 menyatakan, ketika realisasi penerimaan pajak tidak cukup untuk memenuhi pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya itu bisa dipenuhi dari dana SAL, penerbitan SBN maupun penyesuaian belanja negara.
Sri memastikan penyesuaian belanja akan dilakukan sesuai amanat UU Keuangan Negara agar pengelolaan keuangan negara dapat lebih efektif, transparan, dan bertanggung jawab serta memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan.
Ia juga menegaskan bahwa penyesuaian belanja ini akan dilakukan dengan taat secara hukum dan kredibel sesuai dengan perkembangan ekonomi saat ini agar bisa menjadi landasan kepercayaan bagi masyarakat dan dunia usaha serta reputasinya terjaga dengan baik.
Penyesuaian akan dilakukan melalui pemotongan belanja kementerian lembaga sebesar Rp65 triliun dan belanja transfer ke daerah Rp68,8 triliun, terutama bagi belanja non prioritas yang selama ini tidak terserap dengan baik.
"Kita akan melakukan berdasarkan kriteria, yang tidak mengurangi kemampuan APBN untuk mendorong ekonomi. Termasuk belanja tidak prioritas yang tidak mengurangi daya dorong serta tidak mengurangi kemiskinan dan kesenjangan," ujarnya.
Ia memastikan belanja yang akan dipotong tersebut berupa belanja pegawai yang tidak terserap dan tidak diperlukan, belanja operasional untuk perjalanan dinas dan konsinyering serta pembangunan gedung yang tidak terlalu mendesak.
Selain itu, kata Sri, Kementerian Keuangan juga mempertimbangkan untuk menahan pencairan bunga utang dan menggunakan cadangan risiko fiskal untuk mengurangi ketidakpastian dari kemungkinan pelebaran defisit anggaran.
Sri menambahkan, alternatif lainnya adalah dengan melakukan carry over Dana Bagi Hasil (DBH) atau Dana Alokasi Umum (DAU) bagi pemerintah daerah yang masih memiliki APBD dan dana kas yang berlebih agar ditunda pencairan dananya.
"Ini tidak menyelesaikan, namun hanya menunda karena beban APBN 2016 yang sangat besar dan kita anggap mempengaruhi kredibilitas APBN," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Menurut perkiraan awal, DAU yang ditunda pencairannya ke tahun berikutnya adalah sebanyak Rp19,4 triliun untuk 170 provinsi/kabupaten/kota di sisa tahun 2016 dan DBH untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp12 triliun.
Secara keseluruhan, Sri memastikan koreksi terhadap pagu belanja pemerintah ini akan menjadi basis penghitungan APBN 2017 agar penyusunan anggaran dan instrumen fiskal dapat lebih mencerminkan kondisi ekonomi yang lebih akurat dan menjadi sumber kepercayaan bagi semua pihak.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016