Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH) Universitas Kyoto, Jepang menyiapkan fasilitas Equatorial Middle and Upper Atmosphere (EMU) Radar untuk mengungkap anomali cuaca di lapisan atmosfir khatulistiwa hingga ke lingkup mesosfer.

Ahli dari RISH Universitas Kyoto, Mamoru Yamamoto di Jakarta, Jumat, mengatakan fasilitas EMU Radar yang proposal pendanaannya sedang diajukan ke Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang ini 10 kali lebih sensitif dibandingkan Equatorial Atmosphere Radar (EAR) yang sudah terpasang di Kototabang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, sejak 15 tahun lalu.

Dengan radar yang memiliki diameter lebih besar, mencapai 160 meter (m), ia mengatakan akan mampu menangkap data lebih detil dibandingkan EAR hingga ke struktur atmosfir terkecil di lingkup troposfer.

Cakupan observasi dari EMU Radar, menurut Yamamoto, juga akan semakin besar sehingga dapat menjangkau lingkup mesosfer di ketinggian 60 hingga 90 kilometer dari permukaan bumi.

Dengan dilengkapi 1045 Yagi antena yang beroperasi pada frekuensi 47 MHz dengan power puncak saat transmisi mencapai 500 kW radar ini akan bisa digunakan untuk pengamatan arah dan kecepatan angin tiga dimensi pada ketinggian hingga 100 km dari permukaan bumi.

Data yang dihasilkan radar-radar atmosfir ini, menurut profesor Universitas Kyoto ini, sangat penting bagi kemajuan ilmiah Jepang dan juga dunia.

Data yang diteliti lebih lanjut dari radar atmosfir yang dibangun di khatulistiwa ini dapat meningkatkan kemampuan ramalan cuaca dan iklim dunia, memprediksi lebih baik El Nino dan La Nina, perubahan musim.

Anomali atmosfir khatulistiwa, menurut dia, sulit dipelajari di bagian bawah atmosfir. Karena itu, dengan sensitivitas radar yang lebih tinggi dari EMU Radar diharapkan dapat mengungkap perubahan atmosfir yang cepat yang terjadi pada lingkup tersebut.

Atmosfir Indonesia

Kepala Lapan Thomas Djamaluddin mengatakan penelitian atmosfir khatulistiwa dengan menggunakan EAR dan nantinya EMU Radar di Kototabang sangat penting mengingat atmosfir Indonesia mempengaruhi atmosfir global.

Terdapat tiga atmosfir khatulistiwa aktif di dunia, yakni maritim Indonesia, equator Brasil, dan Afrika Selatan. Namun, Thomas mengatakan atmosfir khatulistiwa maritim Indonesia yang paling aktif, sehingga sangat mempengaruhi atmosfir global.

"Maka sangat menarik untuk meneliti atmosfir global di Indonesia, ini menarik peneliti seluruh dunia. Beberapa master dan doktor nasional dan internasional telah dihasilkan dari Kototabang ini," ujar dia.

Ia mengatakan visi Lapan menjadikan Kotatabang menjadi Pusat Unggulan Dinamika Atmosfir Equator. Karenanya, keberadaan fasilitas EAR dan nantinya EMU Radar sangat penting bagi tercapainya visi tersebut, karena fasilitas tersebut juga akan menjadi pusat penelitian dunia.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016