Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Profesor Hamdi Muluk mengatakan pencegahan radikalisme dan terorisme memerlukan sinergi berbagai pihak, terutama pemerintah dan tokoh agama.
"Semua harus paham dan peduli bahwa radikalisme dan terorisme adalah musuh bersama. Karena itu, semua pihak terutama ulama dan umara (pemimpin) harus merapatkan barisan untuk menanggulanginya," kata Hamdi di Jakarta, Rabu.
Selain itu, kata Hamdi, perlu ada juga sinkronisasi dan koordinasi antarpihak apabila ada tabrakan di lapangan.
"Tabrakan itu bisa saja terjadi karena pendekatan yang dilakukan berbeda, padahal tujuan sama, yaitu mencegah paham radikal," kata Hamdi.
Menurutnya, disinilah perlunya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk dapat mengoordinasikan dan menyinkronkan semua perbedaan pendekatan itu.
"BNPT punya kewenangan untuk mengoordinasikan berbagai pendekatan dan cara beberapa stakeholder agar pencegahan terhadap bahaya radikalisme dapat mencapai sasaran yang diinginkan," katanya.
Hal serupa diungkapkan staf pengajar Universitas Paramadina Hendri Satrio. Menurutnya, sinergi menjadi salah satu kunci untuk memantapkan pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia.
"Radikalisme adalah hal yang merongrong keutuhan bangsa. Karena itu, kita harus bersatu dan bersinergi untuk melawannya. "Pihak-pihak itu bisa ulama, umara, ormas-ormas kebangsaan, dan lain-lain," kata Hendri.
Menurut Hendri, beberapa pihak, semisal Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, sudah berupaya melakukan pencegahan paham radikalisme ini.
Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius sejak resmi dilantik Presiden Jokowi pada 20 Juli lalu langsung melakukan penguatan sinergi dengan kementerian terkait, PBNU, PP Muhammadiyah.
Rabu ini Suhardi berkoordinasi dengan Komnas HAM.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016