Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah pekan depan diperkirakan akan berkisar antara Rp9.100 hingga Rp9.150 per dolar AS, sekalipun konflik di kawasan Timur Tengah antara Iran dan Amerika Serikat makin memanas. "Memanasnya konflik Iran dan AS mendorong pelaku asing di pasar valas cenderung menahan diri dan mendorong pelaku lokal berspekulasi membeli rupiah lebih lanjut," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, akhir pekan ini. Menurut dia, rupiah sebenarnya berpeluang untuk menguat lebih jauh di bawah level Rp9.100 per dolar AS, karena kuatnya dukungan pasar, namun Bank Indonesia (BI) cenderung tidak menyukai rupiah berada di bawah level Rp9.100 per dolar AS. "Karena itu isu rupiah akan bisa menembus level Rp9.100 per dolar hanya merupakan wacana saja dan untuk bisa ke arah sana memerlukan dukungan yang sangat kuat dari internal maupun eksternal," katanya. BI, lanjutnya, akan terus memantau pergerakan rupiah di pasar valas dan akan melakukan aksinya lebih lanjut dengan melihat kondisi pasar, apalagi BI memiliki dana cadangan yang cukup besar. Rupiah sebenarnya sangat diuntungkan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang melambat dan konflik yang makin memanas antara Iran dan Amerika Serikat mengenai program nuklir mengakibatkan pelaku asing di luar negeri bersikap hati-hati bermain valas. Kondisi ini diikuti pula oleh pelaku lokal yang mencoba berspekulasi membeli rupiah, setelah PBB menjatuhkan sanksi kepada Iran karena menolak menghentikan program pengayaan uraniumnya. Apalagi muncul laporan, bahwa AS telah mengirimkan kapal induk ke wilayah Teluk semakin menambah ketegangan atas program nuklir Iran, tuturnya. Ia mengatakan rupiah tidak akan bergerak signifikan, karena ketatnya pengawasan BI yang memonitor pergerakan rupiah dan mengharapkan rupiah stabil pada kisaran tersebut. "BI menjaga pasar dan menunggu momen yang tepat untuk membeli rupiah agar mata uang lokal itu tetap di atas level Rp9.100 per dolar AS," ucapnya. Mengenai laju inflasi Maret 2007, ia mengatakan diperkirakan akan lebih rendah dibanding bulan sebelumnya, sehingga akan memicu BI kembali menurunkan BI Rate yang mencapai sembilan persen. Penurunan BI rate itu menunjukkan indikator ekonomi makro Indonesia cukup baik, karena itu rupiah tidak terlalu dikhawatirkan bergejolak terpengaruh oleh isu negatif eksternal maupun internal, ucapnya. Selain itu, menurut dia, para pelaku asing saat ini melepas dolar AS, akibat ekonomi AS yang cenderung melambat, dan membengkaknya defisit transaksi berjalan serta merosotnya sektor perumahan AS, sehingga posisi terhadap yen masih dibawah level 120 yen menjadi 118. Asing juga aktif bermain di pasar melakukan pembelian saham maupun obligasi pemerintah yang mendorong penguatan kurs rupiah, ucapnya. Menurut dia, rupiah juga mendapat dukungan dari bank sentral AS The Fed yang menyatakan kekhawatirannya terhadap inflasi AS yang cenderung meningkat. Selain angka pengangguran mingguan di AS turun menjadi 308.000, juga pandangan Federal Reserve (bank sentral AS) untuk mempertahankan suku bunga ke depan juga memberikan nilai positif lain terhadap rupiah. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007