Bandung (ANTARA News) - Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Dadang Sunendar menuturkan perkawinan antar suku bisa menjadi salah satu faktor atau ancaman terhadap kepunahanan bahasa daerah.
"Misalnya ada orang Sunda menikah dengan orang Bugis. Dia (orang sunda) ikut ke Makasar dan hidup puluhan tahun maka mungkin bahasa sundanya berkurang. Itu hasil penelitian kenapa ada bahasa daerah yang menurun penggunanya," kata Dadang Sunendar, setelah menghadiri Kongres Bahasa Daerah Nusantara, di Gedung Merdeka Bandung, Selasa.
Ia menuturkan kepunahan bahasa daerah paling besar ditentukan oleh faktor sikap penutur bahasa itu sendiri terhadap bahasa daerahnya/penurunan jumlah penutur bahasa.
"Faktor kepunahan bahasa daerah juga dikarenakan perang, bencana alam, letak geografis dan sikap bahasa penutur," kata dia.
Menurut dia, saat ini banyak orang tua yang tidak mengenalkan bahasa ibu-nya kepada anak-anaknya sehingga generasi muda tidak mengenal lagi bahasa daerah dari kedua orang tuanya.
"Seharusnya, orang tua bisa mengenalkan bahasa daerah atau bahasa ibu serta bahasa Indonesia kepada anak-anakanya. Harus kita sadari bahwa sebuah berkah dari Tuhan bahwa bangsa Indonesia punya khazanah bahasa daerah yang kaya sekali," kata dia.
Ia menuturkan berdasarkan hasil identifikasi Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ada 617 bahasa yang telah diidentifikasi dan sebanyak 319 bahasa daerah dinyatakan berstatus terancam punah serta 15 bahasa dinyatakan punah.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan upaya penyelematan bahasa daerah sangat penting dilakukan agar bahasa daerah tersebut tidak punah keberadaannya.
"Dan kita harus bangga karena bahasa daerah di Indonesia itu terbesar kedua di dunia setelah negara Papua Nugini. Hal ini patut kita syukuri dan melihat kondisi sekarang harus ada upaya penyelamatan dan pelestarian bahasa daerah oleh kita semua," kata Deddy Mizwar.
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016