Kemarin ada lima petugas Kementerian yang mendata mereka. Maksudnya, kita melakukan perubahan pidana dari hukuman mati ke pidana sementara jika mereka berkelakuan baik."
Pekanbaru (ANTARA News) - Sebanyak empat orang terpidana mati kasus peredaran narkoba dan perampokan disertai pembunuhan masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Pekanbaru, Provinsi Riau.
"Terpidana hukuman mati ada empat di Lapas kita. Ada narkoba dan ada kriminal," kata Kepala Lapas Klas IIA Pekanbaru, Frans Elias Nico kepada Antara di Pekanbaru, Senin.
Dia mengatakan, terpidana mati tersebut masing-masing adalah Andi Paula dan Candra Purnama. Keduanya merupakan terpidana perampokan sadis yang menyebabkan korbannya meninggal dunia saat sedang sholat subuh.
Selanjutnya dua lainnya adalah Ng Huk Kwan alias Jimmy dan AR Ibrahim. Dalam kasus ini Ng Huk Kwan dijatuhi hukuman mati dalam kasus upaya penyelundupan 46,5 kilogram sabu-sabu asal Malaysia, negara asalnya.
Sementara itu, AR Ibrahim merupakan terpidana mati kasus kepemilikan 8 ton ganja kering asal Provinsi Aceh yang diungkap Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Riau.
Nico mengatakan, keempat terpidana mati tersebut tidak menghuni sel khusus dan tidak pula diberikan pengamanan ekstra. Hal itu dilakukan agar tidak membuat terpidana menjadi tertekan.
"Tidak ada pengasingan atau penjagaan khusus karena dapat mengganggu upaya pembinaan mereka," jelasnya.
Lebih jauh, terkait keberadaan terpidana hukuman mati itu, dia mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. "Kemarin ada lima petugas Kementerian yang mendata mereka. Maksudnya, kita melakukan perubahan pidana dari hukuman mati ke pidana sementara jika mereka berkelakuan baik," jelasnya.
Selain keempat orang itu, Lapas Klas IIA Pekanbaru juga menahan tiga lainnya yang juga dipidana mati. Bedanya, mereka masih melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Sementara itu, selain menahan empat terpidana mati, Lapas Klas IIA Pekanbaru juga menahan 19 terpidana seumur hidup.
Pewarta: Fazar Muhardi dan Anggi Romadhoni
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016