berbeda.
Suku Arfak tinggal di beberapa kampung di Distrik Ransiki, Kabupaten Ransiki, Manokwari Selatan, Papua Barat. Salah satunya di Kampung Kobrey. Untuk menuju kampung tersebut dari Kota Manokwari dibutuhkan waktu sekitar empat sampai lima jam.
Di Kampung Kobrey ini banyak tinggal suku Arfak asli dan terdapat 250 kepala keluarga. Mereka dulunya menetap di atas gunung. Kini sebagian mulai turun dan dibuatkan rumah oleh pemerintah.
Anak-anak Papua khususnya perempuan suku Arfak, kebanyakan putus sekolah karena faktor adat yang menganggap perempuan tidak perlu bersekolah tinggi.
Kalaupun ada, umumnya hanya sampai kelas tiga SD. Saat putus sekolah, mereka kebanyakan belum bisa baca tulis. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, apalagi pada era digital saat ini.
Tingkat kematian juga tinggi untuk perempuan Arfak. Penyebab terbesarnya adalah kanker. Program KB (keluarga berencana) tidak berjalan dan banyak anak-anak yang tidak sekolah di saat dia berusia sekolah.
Lalu, datanglah seorang perempuan relawan yang bernama Risna Hasanudin. Usianya masih muda. Perempuan asal Banda Naira, Maluku, itu kelahiran 1 Februari 1988. Meski demikian, niatnya sungguh mulia.
Sarjana lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura Maluku itu memutuskan untuk tinggal di Kampung Kobrey, Manokwari. Dia bertekad membantu anak-anak dan perempuan Arfak agar tidak menjadi generasi tertinggal, meski tanpa mendapat imbalan dari siapapun.
Pada September 2014, Risna mendirikan rumah belajar (Rumah Cerdas Perempuan Arfak Papua Barat), meski kegiatannya sudah dimulai sejak 2012 silam. Tujuannya adalah mencerdaskan perempuan Arfak.
Sebelumnya, Risna menyampaikan keinginannya untuk mendirikan rumah belajar ini kepada Kepala Suku (Kampung) Kobrey Esap Inyomusi (27 tahun), sebagai Kepala Kampung Kobrey menyambut baik keinginan Risna. Dia bahkan mendukung secara penuh. Begitu juga dengan istrinya, Yosina Inyomusi (26 tahun).
"Risna datang ke saya dan menceritakan niatnya untuk datang ke Kobrey. Saya suka sekali dengan niat baiknya. Dan saya memberikan dukungan penuh padanya. Saya memberikan Risna fasilitas tempat tinggal, juga untuk berkegiatan," ujar Esap Inyomusi.
"Kegiatan Risna cukup positif dalam membantu perempuan Arfak untuk maju. Mulai belajar membaca, menulis dan membuat tas noken yang punya daya jual tinggi," kata Yosina, Ibu Kepala Kampung Kobrey.
Biaya sendiri
Aktivitas Risna sendiri dimulai sejak tahun 2012. Waktu itu, wilayah yang di bawah asuhan Risna adalah Sorong dan Fakfak. Risna dibantu teman-temannya. Kemudian pada tahun 2014, Risna secara pribadi datang ke Kobrey.
Kegiatan Risna di Rumah Cerdas Arfak adalah mengajar membaca, menulis dan berhitung. Selain itu, Risna juga memberikan pembinaan usaha menjadi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan memberikan pelatihan tentang usaha kecil.
Perempuan Arfak memproduksi kain tenun suku Arfak dan membuat tas noken suku asli Arfak. Wilayah yang menjadi binaan Risna adalah RT 2 dan RT 3.
Untuk menjalankan kegiatan itu, Risna belum pernah mendapatkan bantuan. Ia menggunakan dana sendiri. Kegiatan dilakukan tiga kali dalam seminggu, Selasa, Kamis dan Jumat. Mulai pukul 15.00-16.00 WIT selama satu jam.
Berkat pembinaan yang dilakukan Risna, banyak perempuan Arfak yang telah mengalami perubahan. Mereka yang dulunya tidak bisa menulis dan membaca, setahun terakhir sudah bisa menulis namanya sendiri. Harga tas noken yang awalnya hanya Rp 50 ribu bisa naik hingga Rp 200 ribu.
Perjuangan Risna tidak sia-sia. Tidak hanya bermanfaat bagi perempuan Arfak. Perjuangannya diganjar dengan penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2015.
Meski awalnya, Risna sempat merasa sedih ketika keluarga kurang mendukung aktivitasnya ini dikarenakan harus berpisah jauh dengan keluarga besar. Tapi demi mencerdaskan perempuan Arfak, Risna tak menyerah.
Risna merupakan salah satu penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2015 pada kategori pendidikan. Tahun ini merupakan tahun ketujuh Astra melaksanakan SATU Indonesia Awards dalam rangka menyambut Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober.
Sejak pertama kali digelar pada tahun 2010, jumlah peserta terus meningkat. Pada 2010, peminatnya 120 orang kemudian terus mengalami kenaikan tahun ke tahun, sampai akhirnya mencapai 2.071 orang pada tahun 2015. Tahun 2016, jumlah peserta diperkirakan juga meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Pendaftaran SATU Indonesia Awards telah dibuka sejak 8 Maret hingga 8 Agustus 2016 untuk kategori Pendidikan, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Lingkungan,Kesehatan dan Teknologi, serta kategori kelompok (semua peserta dibawah usia 35 tahun).
Untuk informasi lengkap dan pendaftaran, klik: www.satu-indonesia.com. Tidak hanya calon peserta yang bisa mendaftar, tapi Anda juga bisa mendaftarkan orang lain yang memenuhi persyaratan.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016