Yogyakarta (ANTARA News) - Pasar bebas (free market) yang ramai dibicarakan sebenarnya tidak ada dalam dunia perdagangan, yang ada adalah pasar yang diatur (regulated market) masing-masing negara. "Setiap negara mengatur pasar domestik dan pasar luar negerinya sendiri-sendiri," kata dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Jamhari dalam seminar `Dampak Free Trade Agreement terhadap Petani` di Yogyakarta, Sabtu. Menurutnya, peraturan mengenai perdagangan kadang diatur ketat dan terkadang longgar dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan negara. Negara maju sebagai `trend setter` dunia menginginkan pasar lebih bebas karena akan lebih menguntungkan mereka dengan upaya penerapan dan penurunan tarif. "Output per kapita di negara maju sudah tinggi sehingga mereka pelu menjual barang-barang produksi mereka ke negara berkembang yang output per kapitanya lebih rendah," katanya. Adanya penerapan dan penurunan tarif akan memberikan dampak positif bagi petani jika mereka bisa memenuhi standar komoditas pertanian bersifat elastis. Sedangkan untuk komoditas nonpertanian justru akan lebih menguntungkan karena produksinya lebih elastis. Menurutnya, posisi Indonesia sebagai negara berkembang kurang menguntungkan, karena negara maju memaksakan akses pasar ke negara berkembang, sementara mereka enggan mengurangi subsidi domestiknya. Dosen yang meraih gelar doktor di Jepang ini mencontohkan kasus petani tembakau di Indonesia sebagai potret ekonomi Indonesia. WHO mengkampanyekan penurunan kadar nikotin pada konsumsi masyarakat dunia. Hal ini mengakibatkan industri rokok yang sebelumnya memproduksi rokok kretek harus mengubah haluan ke rokok `mild` dengan kadar nikotin rendah. "Satu kilogram tembakau digunakan untuk memproduksi 700 batang rokok kretek, sedangkan jika diolah menjadi rokok `mild` jumlah tersebut dapat menghasilkan 2000 batang rokok," katanya. Kenyataan tersebut menyebabkan permintaan tembakau menurun sehingga luas tanam untuk tembakau harus dikurangi. Ketika tanah yang semula digunakan untuk menanam tembakau kini menjadi kosong, maka petani harus kreatif mengganti dengan tanaman lainnya. "Yang menjadi permasalahan bagi petani kita adalah komoditas apa yang sebanding dengan tembakau`" katanya. Dosen kelahiran tahun 1973 ini menambahkan, pasar yang lebih longgar akan menguntungkan bagi mereka yang berorientasi ekspor, namun bagi mereka yang hanya mengandalkan perdagangan lokal akan kalah bersaing dengan produk impor yang semakin mudah masuk ke Indonesia.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007