Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR RI Ansory Siregar menginginkan kasus hukum vaksin palsu yang telah meresahkan dan menghebohkan masyarakat dapat dituntaskan dengan baik hingga ke akarnya.
Ansory Siregar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu mengemukakan, telah ditetapkan 25 anggota Tim Pengawas Vaksin Palsu yang berasal dari 10 fraksi serta lintas komisi.
Politisi PKS itu memaparkan, tim yang dibentuk tersebut berfungsi untuk memastikan persoalan vaksin serta obat palsu tidak akan terulang dan dapat diselesaikan dengan baik.
"Fraksi PKS akan mendorong timwas ini agar bekerjasama dengan pihak Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya. Agar pemerintah bersama dengan DPR dapat menangani persoalan ini dengan baik dan tidak terulang di kemudian hari," katanya.
Menurut dia, kasus vaksin palsu tergolong kejahatan luar biasa dan pelakunya berarti adalah pelaku kejahatan besar.
Selain itu, Ansory menegaskan bahwa para pelaku jelas melanggar konstitusi yaitu Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Selain UUD 1945, para pelaku, baik pengedar atau pengguna, vaksin palsu melanggar UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
"Jadi banyak sekali undang-undang yang dilanggar dari kasus kejahatan luar biasa ini," ucapnya.
Untuk itu, Timwas Vaksin Palsu juga akan memastikan mulai dari level hulu hingga hilir, baik dari yang bersifat kebijakan pemerintah maupun imbauan ke masyarakat.
Sebagaimana diwartakan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membutuhkan akses untuk mengawasi peredaran vaksin palsu di Indonesia, karena selama ini peran mengawasi hanya sebatas kepada badan farmasi saja.
"Selama ini pengawasan kita hanya di hulu saja, jika kita diberikan akses lebih dan mudah-mudahan sebentar lagi terwujud, kita bisa mengawasi semua badan kesehatan mengenai vaksin palsu," kata Direktur Pengawasan Distribusi Produk dan Terapetik BPOM Arustiyono saat acara jumpa media di Jakarta, Jumat (29/7).
Menurut dia, dari temuan lapangan banyak pemerintah daerah yang tidak mengetahui bahwa peredaran obat dan izin pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab dari masing-masing daerah, dan regulasinya telah dikeluarkan Kementerian Kesehatan.
Sejauh ini, penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan 25 tersangka dalam kasus tersebut. Kendati demikian, sebanyak 20 orang yang ditahan di Rutan Bareskrim, sedangkan lima orang lainnya tidak ditahan.
Dari 25 orang tersangka kasus vaksin, memiliki peran masing-masing, yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka), dan dokter (lima tersangka).
Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
Pewarta: Mohammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016