"TB benar-benar penyakit yang membandel," kata Ketua Panitia Seminar Global Strategy to Combat Emerging Infectious Diseases in Borderless Era (GSEID) Dr dr Soedarsono Sp.P(K) di Surabaya, Sabtu.
Menurut dia, puluhan tahun TB diberantas dan banyak juga yang sembuh dan berhasil, namun kasus TB tetap muncul lagi dan muncul kasus-kasus baru dengan beragam kasus.
"Sudah 20 tahun program pengendalian TB digencarkan, namun TB masih merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan angka kematian nomor tiga di Indonesia," kata Pulmonologist RSUD dr Soetomo/FK Unair itu.
Realita itulah, katanya, akhirnya mendorong Unair mengadakan seminar di Aula FK Unair Surabaya pada 8-9 Agustus 2016 dengan menghadirkan ahli-ahli TB dari berbagai negara.
"Pembicara utama adalah Dirjen P2P Kemenkes RI dr H Muhamad Subuh MPPM," katanya, didampingi ahli-ahli mikrobiologi dan penyakit TB Unair, seperti Prof. Dr. Kuntaman, dr., MS., Sp.MK(K).
Ahli dari luar negeri yang akan dihadirkan antara lain Prof. Toshiro Shirakawa MD., Ph.D (Kobe Iniversity), Prof. Keigo Shibayama MD, Ph.D (National Institute of Infectious Disease, Japan), dan Prof. Katsushi Tokunaga, PhD (Tokyo University).
Selain itu, Prof. Dr. Mark A. Graber, MD, MSHCE, FACEP (Iowa University USA), Prof. Dr. Eric C.M van Gorp (Erasmus Medical Center, Rotterdam), dan Dr. Carmelia Basri, M.Epid (Senior Public Health Consultant).
Ia menambahkan kasus-kasus baru yang muncul terkait TB antara lain penyakit penyerta (komorbit) HIV-AIDS, diabetes, resistensi Mycobacterium tuberculosis atau kuman kebal obat yang disebut multi-drug resistance (TB MDR).
"Kasus demikian muncul ditengarai antara lain karena dampak dari lamanya pengobatan TB hingga sampai enam bulan non-stop, muncul rasa bosan, jenuh, berganti dengan obat yang lain, atau kebiasaan obat diminum separo," katanya.
Dampaknya, penyakit menjadi tak sembuh-sembuh dan bakteri penyebab TB yaitu mycobacterium tuberculosis complex justru menjadi kebal atau resisten terhadap obat.
"Kasus-kasus demikian itu yang akan dibahas dalam seminar nanti, termasuk pengobatannya, dengan mengolaborasikan hasil penelitian pakar-pakar dari luar negeri," kata Soedarsono.
Di tingkat global, Indonesia saat ini berada di urutan ke-8 dari 27 negara dengan TB-MDR yang terbesar di dunia, dengan perkiraan pasien TB-MDR di Indonesia mencapai 6.900 kasus.
"Program pengobatan TB-MDR sudah diterapkan menyeluruh pada rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2009, namun banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai masalah diagnosis yang cepat, efek samping yang lebih banyak, komitmen dari berbagai pihak yang kurang memadai, dan sebagainya," katanya.
Sementara itu, Prof Kuntaman menambahkan bahwa bakteri resisten yang menjadi perhatian dunia saat ini minimal ada tiga kelompok yakni MRSA (Methicillin Resistant Staphycoccus aureus), ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamase), dan Carbapenem Resistance Enterobacteriaceae (CRE).
Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016