Oleh: Wijayanto Samirin
Tidak diragukan lagi Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, sekitar 98 persen dari perusahaan yang terdaftar di negara adalah UKM. Mereka mewakili sekitar 57 persen dari GDP Indonesia atau pendapatan kotor domestik. Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa sekitar 60 persen angkatan kerja terserap oleh sektor ini.
UKM juga dapat mendorong desentralisasi pertumbuhan, menyetir ekonomi negara dari yang sebelumnya didominasi perusahaan multinasional raksasa ke arah memberdayakan bisnis yang berukuran lebih kecil, memastikan peran serta lebih banyak masyarakat dalam bidang ekonomi. Ketika ini semua terjadi, hasilnya akan tidak dapat dibendung lagi – sektor domestik yang tangguh dan ekonomi penuh daya saing di tingkat global.
Untuk mewujudkan itu semua, baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Banyak yang langsung ditujukan menyangkut kepentingan UKM, misalnya menyederhanakan perizinan untuk pendirian perusahaan berukuran sedang dan kecil.
Selain itu ada juga revisi daftar negatif investasi. Di bawah dorongan arus liberalisasi, 19 sub sektor telah dicadangkan untuk perusahaan berskala kecil dan koperasi serta 62 bidang bisnis yang akan hanya bisa diakses oleh investor internasional jika mereka bermitra dengan UKM lokal. Hal ini akan membantu UKM dan perusahaan besar berkolaborasi, dan bukan berkompetisi dalam mendominasi pasar Indonesia.
Lalu pertanyaannya adalah: apakah UKM lokal memiliki kapasitas dalam menangkap peluang-peluang fantastis ini?
Di luar Jangkauan Regulasi
Regulasi bukanlah satu-satunya tantangan. Indeks Kompetitif Global (Global Competitiveness Index) 2014-2015 mencatat bahwa UKM menghadapi tantangan-tantangan, antara lain, akses ke keuangan, pasukan infrastruktur yang tidak memadai, dan kurangnya angkatan kerja yang berpendidikan.
Perbaikan yang dicoba pada aspek-aspek ini sedang dijalankan. Menyederhanakan proses permohonan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) salah satunya. Selama kurun waktu 2007 sampai 2014, realisasi KUR mencapai rekor tertingginya. Komite Kebijakan KUR mengatakan bahwa hampir Rp 17 triliun telah dipinjamkan selama kurun waktu tersebut, merangsang hampir Rp 179 triliun pinjaman bank ke peminjam skala kecil. Mereka berhasil menyediakan pekerjaan untuk lebih dari 20 juta orang.
Pemerintah telah melaksanakan kerjasama bilateral dan multilateral guna membantu mengembangkan UKM. Sebagai contoh, selama Pertemuan Standing Committee for Economic and Commercial Cooperation (COMCEC) Kelompok Kerja Perdagangan pada 2013, pemerintah bekerja dengan negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OIC) untuk mengarusutamakan fitur-fitur pemgembangan kebijakan untuk UKM, seperti peningkatan akses ke teknologi dan skenario komersalisasi melalui inkubasi bisnis.
Namun, memang pendekatan-pendekatan ini belum membuahkan hasil yang memuaskan karena total kontribusi UKM untuk ekspor non migas Indonesia telah menurun dari sekitar 20 persen di 2003 ke 16 persen di 2014 (The Diplomat, 2015).
Situasi ini telah menandai hilangnya nilai-nilai kewirausahaan yang seharusnya menjadi roh dari UKM. Liberalisasi pasar harusnya dilengkapi dengan makin tingginya ketetapan UKM untuk memperluas usaha.
Pendekatan Komprehensif
Para pakar akan mendorong pemerintah untuk mendorong inisiatif untuk meningkatkan kemampuan UKM supaya memiliki kapasitas yang lebih besar dalam menjalankan usaha. Dan mereka benar. Kebijakan paling populer yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah pengadaan skema KUR yang disebutkan sebelumnya. Kebijakan penting lainnya adalah untuk mendukung digitalisasi UKM untuk penetrasi pasar yang lebih efektif dan efisien.
Walaupun demikian, ada elemen-elemen yang tidak dapat secara masif dihasilkan dengan membiarkan pemerintah sendiri yang memperbaiki keadaan; karena ada kesenjangan antara kapasitas UKM dalam teknologi dan pelatihan.
Keduanya tergantung kepada nilai kewirausahaan untuk belajar dari kelompok sebaya serta tingkat yang lebih luas untuk mengadopsi teknologi baru yang cocok sementara itu harus juga mampu untuk memproses informasi dan pengetahuan baru yang berguna untuk UKM dalam menjalankan usahanya. Proses belajar sebaya dapat menjawab persoalan hambatan kredit, karena ada teknologi baru yang dikembangkan dan pengetahuan yang dibagikan dalam forum-forum bisnis.
Mengintegrasikan Potensi
Penyelenggaraan forum bisnis tingkat global menjadi semakin penting dari sebelumnya, karena UKM setempat bisa meningkatkan kapasitas mereka untuk mengambil keuntungan dari peluang pasar yang ada. Di lain pihak, investor internasional dapat juga mengambil manfaat dari forum semacam itu karena mereka bisa mencari UKM lokal sebagai mitra usaha untuk mendapat lebih banyak akses ke bidang usaha yang telah di-diregulasi dibawah Daftar Investasi yang lebih liberal.
Forum Ekonomi Islam Dunia atau World Islamic Economic Forum (WIEF) yang akan datang, rencanaya akan diselenggarakan di Jakarta bulan Agustus ini, menawarkan contoh sempurna dari forum semacam itu. Pada intinya, kegiatan semacam ini sangat ideal untuk menyatukan bisnis dan peluang. Tidak pernah lebih penting dari sebelumnya, forum sejenis ini memperkuat keberhasilan bisnis Indonesia di rumahnya sendiri dan bisnis global di pasar Indonesia.
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang juga ekonomi terbesar di ASEAN, WIEF memahami bahwa memberdayakan UKM adalah bagian paling penting dari rencana pembangunan nasional Indonesia.
“Indonesia tentu saja akan berada pada tempat yang tepat untuk membuka peluang bisnis yang tersedia di forum ini, sesuai dengan semangat tema forum ini yaitu pertumbuhan ekonomi untuk semua rakyat Indonesia,” jelas Tun Musa HItam dalam sambutannya pada peluncuran WIEF yang ke-12 di Jakarta pada bulan Mei lalu.
Tema tahun ini “Desentralisasi Pertumbuhan, Memberdayakan Bisnis Masa Depan”, mengakui peran penting UKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional, di seluruh dunia.
Kolaborasi global dan kesempatan tatap-muka para investor akan menjadi resep bagi UKM lokal kita untuk memaksimalkan peluang, sambil bersiap untuk tumbuh secara organik setelah mengelola bisnis dalam situasi persaingan yang lebih tinggi.
Wijayanto Samirin, Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia, untuk Ekonomi dan Keuangan.
Pewarta: prwire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2016