Jakarta, 30 Juli 2016 (Antara) Para ekonom setuju bahwa momentum penyegaran tim ekonomi dapat disandingkan dengan fenomena “disruptive technology” dan deregulasi ekonomi dalam 12 Paket Kebijakan untuk membantu Indonesia mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi di atas 5% seperti yang ditargetkan APBN.

Setelah momentum reshuffle berhasil meyakinkan pasar terkait kondisi ekonomi Indonesia yang solid, ekonom Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, mengingatkan potensi lain yang bisa dimanfaatkan: meluasnya disruptive technology atau teknologi disruptif.

“Hampir 50% orang Indonesia memiliki telepon seluler dengan fitur internet sehingga memudahkan munculnya disruptive technology, gejala di mana transaksi bisnis jadi lebih cepat dan hemat. Hal ini mendorong terciptanya peluang bisnis yang lebih besar melalui konektivitas dan networking bagi banyak pelaku ekonomi, terutama bagi 58 juta UKM yang berkontribusi sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia,” terang dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini.

Berly menjelaskan bahwa Teknologi Disruptif di bisnis dapat dipahami sebagai inovasi yang menciptakan pasar baru dan nilai yang baru, terang Berly, yang juga ekonom INDEF (Institute for Development, Economy and Finance).

“Teknologi disruptif yang menghasilkan peluang bisnis baru ini kebanyakan lahir dari buah pikiran anak-anak muda jenius. Di masa lalu, ide bisnis mereka baru hanya akan berkembang setelah mendapatkan pinjaman bank. Itu pun setelah mereka dapat menunjukkan laporan keuangan selama dua tahun. Sekarang, mereka dapat menjual idenya ke angel investor yang mau menunggu dua sampai tiga tahun sampai ide bisnis anak muda berbasis teknologi tersebut laku di pasar,” tambah Berly.

Berly menekankan bahwa teknologi disruptif berperan penting di dalam pengembangan UKM, yang menyerap sekitar 90% tenaga kerja Indonesia, termasuk di bidang pertanian.

Laporan Deloitte yang berjudul SME’s Powering Indonesia’s Success menggarisbawahi 73% atau hampir 2/3 UKM Indonesia memiliki kapasitas digital yang sangat terbatas, sehingga tidak bisa memaksimalkan tren digitalisasi ekonomi yang sekarang sedang terjadi.

Deloitte mengestimasikan UKM di Indonesia yang terdigitalisasi dapat meningkatkan pendapatannya hingga 80% dan membuat mereka 17 kali lebih inovatif. Dan pada akhirnya, mampu ikut mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 2% per tahun.

Sementara itu, Staf Khusus Wakil Presiden untuk Ekonomi dan Keuangan, Wijayanto Samirin, mengatakan UKM yang menyumbang hampir 60% dari pendapatan domestik bruto Indonesia mampu mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi.

“UKM bisa mendorong ‘decentralized growth’, dalam arti mengarahkan pertumbuhan ekonomi yang tadinya didominasi perusahaan multinasional yang besar, ke pemberdayaan bisnis kecil, sehingga memastikan lebih banyak orang berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi,” ujar Wijayanto.

Wijayanto mengatakan untuk menggapai cita-cita tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan ekonomi untuk menstimulasi pertumbuhan, salah satunya adalah mempermudah izin pendaftaran UKM.

Kebijakan lainnya ialah revisi Daftar Investasi Negatif, yang membuka 19 sub-sektor usaha yang dialokasikan untuk UKM dan koperasi. Selain itu, 62 sektor usaha lainnya dapat dimasuki investor asing hanya jika mereka berkoalisi dengan UKM.

Namun, Wijayanto tetap mengingatkan bahwa terdapat faktor-faktor penting dalam kemajuan UKM yang tidak berkaitan langsung dengan kebijakan.

“Semangat kewirausahaan dan determinasi untuk sukses harus terinternalisasi di DNA para pelaku UKM. Liberalisasi pasar tidak cukup untuk mengekspansi pasar, harus ada dorongan kuat dari para pelaku UKM sendiri,” katanya.

Oleh karena itu, Berly dan Wijayanto, mengapresiasi penyelenggaraan World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 yang akan bertempat di Jakarta, 2-4 Agustus 2016, sebagai salah satu solusi mendorong perkembangan UKM Indonesia. Salah satu misi WIEF adalah sebagai platform yang komprehensif bagi para pebisnis dari seluruh dunia, termasuk negara-negara besar berpenduduk Muslim, untuk bertukar informasi dan membuka kesempatan berkolaborasi.

“Lewat forum seperti ini, kesuksesan bisnis UKM di Indonesia, juga bisa berarti kesuksesan para pebisnis global yang berada di Indonesia,” tegas Wijayanto.

Berly menambahkan, sebagai negara berpenduduk Muslim terbanyak, pemberdayaan UKM di Indonesia adalah kunci pertumbuhan ekonomi nasional.

“Patut dicatat, Chairman WIEF, Tun Musa Hitam, bahkan menegaskan bahwa ‘Indonesia is certainly well placed to unlock the business opportunities available in line with the spirit of the Decentralising Growth, Empowering Future Business for the benefit of all Indonesians,’. Oleh karena itu, Indonesia akan meraup keuntungan apabila dapat memaksimalkan peluang bisnis yang ada di WIEF nanti, ” katanya.

Tentang World Islamic Economic Forum (WIEF)
WIEF Foundation merupakan lembaga nirlaba yang berbasis di Kuala Lumpur, yang setiap tahunnya menyelenggarakan World Islamic Economic Forum, wadah bisnis berkelas dunia yang memberikan kesempatan bisnis di dunia Muslim, serta melaksanakan berbagai program yang bertujuan untuk menguatkan kerjasama dan bertukar pengetahuan antara Komunitas Muslim dan Non-Muslim di seluruh dunia.

Telah diselenggarakan di Malaysia, Kazakhstan, Indonesia, Kuwait, Pakistan, Inggris dan Uni Emirat Arab, WIEF juga bertujuan untuk membawa komunitas Muslim dan Non-Muslim melalui bahasa bisnis yang umum.

WIEF ke-12 akan dilaksanakan di Jakarta Convention Center pada 2-4 Agustus 2016.

Informasi lebih lanjut tentang WIEF dapat diperoleh di: http://wief.org/

Untuk pertanyaan dari media, silakan hubungi:
Fannie Waldhani
fannie.waldhani@edelman.com
atau
+6221-72159000

Pewarta: prwire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2016