Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menegaskan kematian syahid yang disematkan kepada Santoso alias Abu Wardah oleh pengikutnya adalah syahid yang dibuat-buat atau sekadar klaim.
"Syahid menurut mereka (teroris), tapi itu syahid yang dibuat-buat," kata Syafii dalam Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS Bersama Muhammadiyah di Yogyakarta, sebagaimana dikutip dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut dia klaim itu terjadi karena kelompok teroris menganut teologi sesat yang jelas-jelas telah menyelewengkan nilai-nilai slam rahmatan lil alamin atau Islam yang membawa rahmat bagi alam semesta.
"Dia (Santoso dan kelompoknya, Red) sudah membunuh banyak orang, tentara dibunuh, orang Islam dibunuh, dan banyak lagi masyarakat yang tidak salah dibunuh. Apakah itu syahid?" kata Syafii.
Lebih lanjut Syafii mengatakan peran tokoh agama dibutuhkan dalam pencegahan terorisme di Indonesia. Namun, ia mengingatkan bahwa pemilihan tokoh agama juga harus selektif karena ada yang mengaku tokoh agama tetapi sekaligus bapak teror.
Menurutnya, tokoh agama yang benar adalah yang menjadikan konsep atau filosofi rahmatan lil alamin sebagai acuan dalam memberi pemahaman dan pembelajaran pada umat.
"Kalau ajarannya melakukan tindakan kekerasan, itu sudah berkhianat pada konsep rahmatan lil alamin, dan itu sama saja mereka menggunakan teologi maut. Tokoh agama yang benar mengembangkan teologi yang membela kehidupan," tandas Syafii.
Syafii mengatakan perlu ada dialog terus menerus antara BNPT dan Densus 88 dengan masyarakat luas, tokoh masyarakat, kiai atau para guru agar tidak terjadi kesalahpamahan dalam kegiatan pemberantasan terorisme yang menghabiskan energi.
Sementara Dosen Fisip Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, Muzakir Tawil mengungkapkan dalam konteks berbangsa dan bernegara, perjuangan yang mengarah ke jihad sebenarnya bisa tersalur dalam wadah-wadah dan mekanisme yang ada.
"Jalan atau perjuangan yang ditempuh oleh Santoso adalah jalan yang harus dikaji. Langkah yang dijalani Santoso perlu diperbaiki karena melawan negara itu jelas salah. Memang sulit memperbaikinya dan itu memerlukan pendekatan multidisiplin dan memakan waktu yang lama," kata Muzakir.
Menurut Muzakir, penyelesaian masalah Poso perlu waktu lama karena persoalannya tidak melulu ideologi, tapi juga sosial, ekonomi, politik, dan rasa kecewa.
"Pemerintah memerlukan pendekatan yang multidimensi untuk menyelesaikan persoalan Poso dan melibatkan berbagai stakeholder. Selain itu, juga diperlukan pemahaman dari masyarakat," kata tokoh masyarakat Poso itu.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016