... tidak membuka identitas aparat yang berpotensi membuka peluang aksi balas dendam...Makassar (ANTARA News) - Ketua Dewan Pers Indonesia, Yoseph Prasetyo, menekankan agar jurnalis menghindari "glorifikasi" (melebih-lebihkan sesuatu hingga hingga terkesan hebat luar biasa, sangat suci, atau sempurna tanpa cela) dalam liputan terkait terorisme.
"Jangan melakukan glorifikasi kepada pelaku ataupun aksi yang dilakukan mereka," kata Prasetyo dalam pemaparannya, di Makassar, Kamis.
Menurut dia, dengan penyiaran liputan terorisme yang tidak tepat dan secara berulang ulang, media justru ikut menyebarkan pesan terorisme.
Para jurnalis, kata dia, perlu menyadari kecenderungan masyarakat untuk melakukan copycat atau peniruan mentah-mentah terhadap apa yang mereka lihat di media, terutama televisi.
Ia juga mengingatkan agar jurnalis tidak membuka seluruh informasi intelijen yang didapat yang bisa mengakibatkan gagalnya operasi aparat.
"Serta tidak membuka identitas aparat yang berpotensi membuka peluang aksi balas dendam," katanya. Sesaat setelah Satuan Tugas Operasi Tinombala menumpas Santoso dan Mochtar, beredar identitas asli tim A29 --tim pelaku-- lengkap dengan NRP, alamat satuan, dan posisi di satuan mereka. Data ini dipublikasikan bahkan oleh media massa papan atas nasional.
Di Inggris, sebagai misal, media massa di sana tidak pernah mengungkap identitas personel pasukan khusus SAS yang terlibat dalam operasi teritorial kontra separatis Tentara Irlandia Utara. Bahkan wajah personel SAS itu disamarkan.
Sebaliknya, Prasetyo mengatakan, yang perlu diungkap adalah bagaimana dampak aksi teror tersebut terhadap orang orang yang menjadi korban, dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Bagaimana pula kehidupan keluarga para terorisme pasca penangkapan/eksekusi, serta model rekrutmen anak muda menjadi para "calon pengantin."
Serta kesedihan dan ketabahan para keluarga korban, dan daya juang para penyintas korban aksi terorisme.
"Ingat, meliput terorisme adalah bagian penting perang terhadap terorisme," katanya.
Sebaliknya, Prasetyo mengatakan, yang perlu diungkap adalah bagaimana dampak aksi teror tersebut terhadap orang orang yang menjadi korban, dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Bagaimana pula kehidupan keluarga para terorisme pasca penangkapan/eksekusi, serta model rekrutmen anak muda menjadi para "calon pengantin."
Serta kesedihan dan ketabahan para keluarga korban, dan daya juang para penyintas korban aksi terorisme.
"Ingat, meliput terorisme adalah bagian penting perang terhadap terorisme," katanya.
Pewarta: Nurhaya J Panga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016