Jakarta (ANTARA News) - Minimal 30% kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) di seluruh Indonesia harus dikembalikan menjadi kawasan hutan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, di samping menjaga wilayah DAS agar dapat menjadi penahan aliran yang sering menjadi penyebab banjir. "Untuk menjaga keseimbangan ekosistem wilayah, maka ada ketentuan luas minimal kawasan hutan dalam setiap daerah aliran sungai (DAS) sebesar 30 persen," kata Ketua RUU Tata Ruang DPR RI Syarfi Hutauruk di Gedung DPR/MPR, Jumat. Dia mengemukakan, Undang-undang (UU) tentang Penataan Ruang yang baru disahkan DPR RI diharapkan dapat lebih berdaya guna dan akuntabel dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya buatan. UU ini juga tidak menghilangkan norma-norma yang terkandung dalam dalam UU Nomor 24 tahun 1992. Kendati demikian, ia mengakui bahwa penerapan UU 24 tahun 1992 memang telah memberikan arti penting dalam pembangunan nasional. Namun perkembangan lingkungan strategis, meningkatnya kesadaran masyarakat dan masih banyaknya permasalahan penataan ruang perlu diantisipasi dengan penyempurnaan UU 24 tahun 1992. "Beberapa pokok pengaturan dalam UU Penataan Ruang yang baru adalah menyangkut pembagian kewenangan yang tegas antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemeritah kabupaten/kota," katanya. Kemudian, penerapan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin masyarakat memperoleh haknya, termasuk hak untuk berpartisipasi. Dalam UU baru ini juga ada penegasan ketentuan yang terkait dengan pengelolaan kawasan perkotaan yang lebih manusiawi berupa pengaturan ruang publik, ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau yang harus disediakan dengan distribusi yang disesuaikan dengan distribusi penduduk. "Untuk menjaga keseimbangan ekosistem wilayah, maka ada ketentuan luas minimal kawasan hutan dalam setiap daerah aliran sungai (DAS) sebesar 30 persen," kata Syarfi. Selain itu, punguatan hak, kewajiban dan peranan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang, juga diatur secara tegas. "Hak masyarakat mencakup pula hak masyarakat adat," katanya. Dia menambahkan, pengendalian pemanfaatan ruang juga dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi. Anggota Komisi V DPR dari FPG itu juga mengatakan agar implementatif maka UU Penataan Ruang menegaskan rencana tata ruang wilayah nasional disesuaikan paling lambat satu tahun enam bulan sejak UU itu diberlakukan. Sedangkan, rencana tata ruang wilayah provinsi di-deadline dua tahun dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota harus disesuaikan paling lambat tiga tahun sejak UU diberlakukan. "Kami hanya ingin UU ini segera memberi dampak," kata Syarfi.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007