Hal itu disampaikan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan stafnya Sunny Tanuwidjaja.
"Banyak masukan saya termasuk UDGL (Urban Design Guide Line atau panduan rancang kota). Kita sudah sampaikan Pak Gubernur tapi disampaikan percayakan ke kepala dinas, tapi karena kita dekat dengan gubernur, kita tidak mau ambil tindakan hukum meski dalam perjanjian kerja sama dengan pemda, setiap perjanjian wajib pemda yang urus," kata Aguan dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Aguan menjadi saksi dalam kasus suap mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro yang didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dari tadinya 15 persen menjadi 15 persen dari 5 persen kontribusi.
Menurut Richard Halim alias Yung Yung yang merupakan anak Aguan, ayahnya dan Ahok kadang melakukan makan malam bersama.
"Kadang Ahok diundang makan malam, saya kadang ada, kadang tidak. Ayah saya biasa membahas politik," kata Yung Yung yang juga menjadi saksi dalam sidang tersebut.
Yung Yung menjelaskan bahwa Aguan hanya menyampaikan sejumlah masukan ke Ahok.
"Saya dan Pak Ahok lebih banyak bicara kegiatan sosial karena Pak Ahok tahu pertama yang membangun rumah susun di Jakarta itu Yayasan Budha Tsu Tji dan manajemen kami dianggap sukses. Saya kasih masukan mengenai rumah susun," ungkap Aguan.
Aguan juga mengaku kadang berdiskusi dengan Sunny Tanuwidjaja yang mejabat sebagai staf Ahok.
"Sebelum Pak Ahok menjadi gubernur dan anggota DPR sudah kenal berkala di diskusi politik dan lain-lain, jadi kalau ada aspirasi atau masukan saya sampaikan melalui Sunny," kata Aguan.
"Pada 18 Maret 2016 ingat Sunny mengatakan anggota DPRD apa tidak kebagi semua apa apa. Itu maksudnya apa?" tanya jaksa KPK Ali Fikri.
"Pernah tapi tidak saya tangapi, mungkin dia (Sunny) dengar banyak isu tentang pembagian uang dan segala saya tidak tanggepin, namanya juga isu," jelas Aguan.
Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016