Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan efisiensi belanja pemerintah bisa menjadi salah satu cara untuk menjaga defisit anggaran agar tidak melebihi batas yang diperkenankan oleh UU, sebesar tiga persen terhadap PDB.
"Efisiensi belanja berbeda dengan 'budget cut', karena kita tetap melaksanakan proyeknya, tapi harganya lebih murah karena ada negosiasi," kata Luky dalam pemaparan di Jakarta, Selasa.
Luky mengatakan upaya itu bisa dilakukan apabila realisasi penerimaan tidak bisa mencapai potensinya dan kemungkinan membahayakan defisit anggaran yang pada semester I-2016 telah mencapai 1,83 persen terhadap PDB.
"Kalau asumsi, itu tidak berada dalam kontrol kita. Tapi kita akan jaga defisitnya, karena tidak mungkin juga penerimaan dan pengeluaran 100 persen, itu berarti tidak ada efisiensi. Maka, pesannya adalah kita melakukan efisiensi atau 'budget cut'," katanya.
Luky menjelaskan menjaga defisit anggaran sangat penting dilakukan, karena selain merupakan amanat UU Keuangan Negara, kondisi itu yang membuat pengelolaan fiskal Indonesia hingga sekarang berjalan dengan baik.
"Kita telah memiliki disiplin fiskal dan bertekad menerapkan 'fiscal rule' secara 'prudent', karena itulah yang membuat kita dalam 15 tahun, mampu menurunkan rasio utang terhadap PDB dari 90 persen menjadi kisaran 27 persen saat ini," kata Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan ini.
Untuk itu, menurut Luky, pemerintah masih konsisten serta berhati-hati dalam menjaga risiko defisit anggaran, apalagi hal tersebut ikut membantu kinerja tata kelola APBN dan membuat kondisi perekonomian dalam keadaan stabil.
"Kalau dibuka, utang bisa melebar hingga 100 persen, nanti kita salah lagi. Risikonya bisa tidak terkendali, dan bisa mengarah ke krisis. Namun, kalau negara lain utangnya sudah mencapai PDB, kita masih aman kondisinya," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan defisit anggaran hingga akhir semester I-2016 telah mencapai Rp230,7 triliun atau 1,83 persen terhadap PDB, karena tingginya realisasi belanja dan rendahnya penerimaan perpajakan.
Tahun lalu, defisit anggaran hingga akhir semester I-2015 hanya tercatat sebesar Rp84,3 triliun atau 0,73 persen terhadap PDB.
Bambang menjelaskan defisit anggaran tersebut berasal dari pendapatan negara yang telah mencapai Rp634,7 triliun atau 35,5 persen dari target Rp1.786,2 triliun serta belanja negara Rp865,4 triliun atau 41,5 persen dari pagu Rp1.984,1 triliun.
Meskipun kinerja defisit anggaran sudah mencapai 77,7 persen dari target Rp296,7 triliun, Bambang optimistis defisit fiskal akan mengecil pada akhir tahun, yang salah satunya dipengaruhi oleh realisasi penerimaan dari program amnesti pajak.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016