Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar, Wiryajaya di Kuta, Kabupaten Badung, Selasa, memprediksi fenomena tersebut sudah mulai terasa pada Juli meskipun sebelumnya gejala alam itu mulai terjadi pada Agustus 2016.
"Kami prediksi terjadi La Nina hingga akhir tahun dengan intensitas lemah," katanya.
BMKG memprediksi intensitas La Nina tersebut cenderung lemah dengan indeks minus 0,5 hingga minus 1.
Dia menjelaskan bahwa fenomena global tersebut merupakan fenomena yang membawa aliran masa uap air di Samudera Pasifik ke Indonesia termasuk Bali.
Sehingga suhu muka air laut sekitar wilayah perairan Indonesia termasuk Bali cukup hangat yang berkontribusi membantuk awan konventif atau awan hujan dari hasil penguapan.
Itu artinya La Nina diwarnai hujan meskipun saat ini telah memasuki musim kemarau sehingga pihaknya menyebut saat ini merupakan musim kemarau basah.
"Sekarang musim kemarau tetapi curah hujan banyak dari biasanya," ucapnya seraya menambahkan bahwa fenomena itu berbeda dengan El Nino yang cenderung kering.
Untuk itu pihaknya mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai bencana karena hujan dengan intensitas cukup tinggi.
Meski demikian, lanjut dia, fenomena tersebut tidak selamanya membawa dampak negatif karena bagi pertanian, sebagian komoditas yang membutuhkan banyak air, kondisi itu cukup membantu petani.
Pewarta: Dewa Wiguna
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016