Palambang (ANTARA News) - Aktivis lingkungan dari Sarekat Hijau Indonesia Sumatera Selatan menyatakan berdasarkan data dan temuan di lapangan terdapat lebih dari satu juta hektare hutan di provinsi ini mengalami kerusakan.
"Dari total luas kawasan hutan di Sumatera Selatan sekitar 3,5 juta hektare, lebih dari satu juta hektare di antaranya mengalami kerusakan ringan dan berat," kata aktivis Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel Riyan Syahputra, di Palembang, Senin.
Dia menjelaskan, kerusakan hutan di provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota itu disebabkan oleh faktor alam dan manusia.
Kerusakan hutan yang disebabkan faktor alam, seperti terjadi kebakaran pada musim kemarau, sedangkan faktor manusia seperti aksi pencurian kayu/penebangan pohon tanpa izin, katanya lagi.
Menurut dia, untuk mencegah terjadi kerusakan hutan yang semakin luas dan parah, diperlukan kepedulian semua pihak dan lapisan masyarakat untuk menghentikannya.
Hutan yang ada di wilayah provinsi berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa ini dimanfaatkan secara berlebihan, kayunya ditebangi tanpa upaya penghijauan yang seimbang dan lahannya dimanfaatkan untuk pertambangan dan perkebunan dengan alasan pemanfaatan potensi daerah untuk kesejahteraan rakyat, sementara upaya pelestariannya sangat rendah, katanya pula.
Akibat terjadi kerusakan yang cukup luas, membuat hutan di provinsi ini tidak dapat berfungsi secara maksimal untuk menyerap air hujan, dan ketika musim hujan terjadi luapan air sungai di mana-mana yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa.
Dia mengingatkan, kerusakan hutan tersebut tidak boleh dibiarkan terus bertambah dan mengancam kehidupan masyarakat di daerah ini.
Hutan perlu dikembalikan fungsinya sebagai gudang penyimpan air dan tempat penyerapan air hujan, sehingga air hujan yang berlimpah dapat disimpan di dalam tanah dan tidak langsung mengalir mengakibatkan luapan air sungai serta banjir pada musim hujan, dan mengakibatkan kekeringan pada musim kemarau, ujar Riyan pula.
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016