"Waktu lari, dia membawa lari senjata Santoso. Senjata itu ditinggal di hutan. Nanti kalau sudah sehat kita bawa kembali ke hutan cari senjata itu," kata Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Drs Rudy Sufahriadi di Palu, Senin.
Kepada wartawan, Rudy menjelaskan kronologis pelarian Umi Delima setelah Santoso tertembak pada Senin (18/7) petang.
Baca Juga : Kapolda Sulteng keluarkan maklumat untuk pengikut Santoso
"Dalam kontak tembak, Santoso sempat jatuh di depan Delima. Sempat bicara sebentar lalu dia ambil senjata Santoso kemudian dia lari," katanya.
Rudy mengatakan Umi Delima terus berlari dan berlari sambil membawa senjata yang digunakan Santoso. Dalam pelarian itu, dia masih sempat mendengar suara anggota kelompoknya Basri dan istrinya.
"Dia lari sendirian," katanya.
Menurut Rudy, karena sudah lelah, Umi Delima akhirnya melepaskan senjata tersebut.
"Senjata dia tinggal karena sudah capek," katanya.
Namun Kapolda tidak menjelaskan jenis senjata yang dimaksud.
Sementara satu pucuk senjata yang disita saat kontak senjata dengan Santoso adalah milik Mukhtar, yang tewas bersama Santoso dalam baku tembak di hutan Tambarana, Poso Pesisir.
Menurut Rudy, setelah beberapa hari dalam pelarian, Umi Delima akhirnya bertemu dengan pekerja kebun.
"Dia ditanya. Ibu siapa? Dia mengaku istrinya Santoso," katanya.
Pekerja kebun tersebut memastikan apakah Umi Delima membawa senjata dan bom atau tidak.
"Dia hanya membawa pisau," katanya.
Baca Juga : Seorang perempuan anggota kelompok Santoso menyerahkan diri
Dari sanalah Umi Delima kemudian diantar ke aparat di salah satu Pos Satgas Operasi Tinombala terdekat. Dalam perjalanan tersebut, mereka bertemu lagi dengan petani yang kebetulan membawa bekal. Karena dalam kondisi lapar sekali, Umi Delima akhirnya diberi makan dari bekal petani itu.
Menurut Rudy, kondisi Umi Delima semakin membaik bahkan sudah bisa tertawa, namun masih perlu pemulihan total.
"Dia lebih rileks, sudah bisa tertawa, lebih ceria," katanya.
Umi Delima belum mendapat pemeriksaan formal. Ia dimintai keterangan baru sebatas wawancara.
Pewarta: Adha Nadjemuddin
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016