Mesir (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berpesan agar mahasiswa Indonesia tidak melupakan tugas utamanya mencari ilmu, dan mengingatkan agar mereka tidak kehilangan orientasi selama belajar di luar negeri.

"Saya menekankan agar kita jangan kehilangan orientasi ketika berada di negara orang, karena satu dan lain hal. Jadi memperdalam ilmu itu penting dan mudah-mudahan bisa selesai tepat waktu," kata Menag saat memberi sambutan sekaligus membuka Simposium Internasional yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia 2016 di Auditorium Muhammad Abduh Al Azhar University, Kairo, Mesir, Minggu (24/7).

"Negara menanti kehadiran saudara untuk lebih konkrit memberikan kontribusi dalam mengembangkan bangsa," tambah Menag, dikutip dari laman Kemenag, Senin.

Menag mengapresiasi tema Simposium Internasional kali ini, yaitu memperteguh identitas bangsa Indonesia. Menurutnya, tema tersebut tepat di tengah era globalisasi dengan pesatnya arus informasi dan komunikasi. "Identitas kebangsaan tidak hanya sebatas pada nasionalisme, tapi bagaimana kita tidak tercerabut dari jati diri kebangsaan kita," pekiknya disambut tepuk tangan hadirin.

Hal kedua yang dipesankan Menag kepada mahasiswa di luar negeri adalah keberadaan mereka sebagai duta bangsa. Menurutnya, ada nama Indonesia pada diri setiap mahasiswa yang belajar di negara orang. "Kita adalah duta bangsa, maka sedapat mungkin tetap menjaga nama baik Indonesia. Segala tindakan dan perbuatan kita, hendaknya dalam rangka menjaga dan memelihara nama baik itu, syukur syukur bisa mengharumkan nama baik Indonesia," pesannya.

Kilas balik sejarah, Menag menjelaskan bahwa sejak dulu, PPI memiliki peran yang sangat signifikan dalam perjalanan bangsa. Menjelang kemerdekaan, lanjut Menag, keberadaan mahasiswa di luar negeri, sangat besar perannya, terutama dalam menyakinkan Negara-negara dunia tentang kemerdekaan Indonesia. Dalam bentuk yang berbeda, peran mahasiswa ditunggu bangsa dalam mengisi kemerdekaan sesuai keilmuan yang dimilikinya.

Simposium internasional yang akan berlangsung 24 - 31 Juli ini dihadiri oleh sekitar 300 peserta perwakilan pengurus PPI dari 46 negara, baik Timur Tengah, Eropa, Amerika, Australia, Pasifik, dan Afrika. Simposium ini juga menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfudz MD dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar. Selain itu, hadir juga sebagai narasumber, Yudi Latief, J Kristiadi, dan Dubes RI untuk Cairo Hilmi Fauzi.

"Dengan menghadirkan narasumber dari ahli hukum, ahli politik, ahli sejarah, saya harap saudara bisa melihat persoalan bangsa dari perspektif yang lebih menyeluruh. Ini penting karena terkadang perbedaan itu muncul karena sudut pandang yang tidak sama," kata Menag.

"Semakin komprehensif memahami suatu persoalan, semakin menyeluruh kita dapat menemukenali persoalan yang kita hadapi, dan pada akhirnya semakin bijak pula dalam mencari solusinya," imbuhnya.

Menag berharap, PPI bisa menjadi wadah bersama mahasiwa Indonesia yang berada di luar negeri dalam belajar berorganisasi dan berhimpun. Tidak hanya wadah berinteraksi dalam keragaman dan pluralitas, PPI juga menjadi ruang diskusi dan penyamaan persepsi dalam menyikapi sebuah persoalan dan mencari pemecahannya secara bersama-sama.

"Sebesar, sekeras, dan setajam apapun perbedaan, tidak harus menyebabkan kita bercerai berai. Justru keragaman itulah yang perlu dimaknai sebagai anugrah dan berkah agar kita memiliki berbagai macam opsi dan pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan," pesannya.

Secara khusus, Menag yang didampingi oleh Direktur Pendidikan Tinggi Islam Amsal Bahtiar, Pgs. Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Muchlis M Hanafi, dan Sekretaris Menteri Khoirul Huda Basyir, juga menyampaikan terima kasih kepada Al Azhar yang sudah banyak memberikan dukungan dan bantuan dalam membesarkan anak-anak Indonesia.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016