Srinagar, India (ANTARA News) - India meminta pasukan keamanannya menahan diri dalam menanggapi demonstrasi di wilayah sengketa Kashmir dan mengganti peluru karet dengan senjata tidak mematikan, kata Menteri Dalam Negeri India, Rajnath Singh, Minggu.
45 orang tewas dan lebih dari 5.000 lagi terluka, termasuk pasukan keamanan India, sejak sejumlah unjuk rasa terjadi setelah pembunuhan komandan Hizbul Mujahidin, Burhan Wani, pada 8 Juli.
Masyarakat belum dapat menikmati kehidupan normal karena jam malam, yang diberlakukan pemerintah, dan tuntutan pemimpin kelompok pemberontak setempat untuk ditutup.
"Saya meminta pemuda tidak melakukan pelemparan batu dan saya juga meminta pasukan keamanan tidak menggunakan peluru karet. Saya mengatakan kepada pasukan keamanan untuk menahan diri sebisa mungkin," kata Singh saat mengakhiri kunjungan dua harinya ke Kashmir.
Kashmir menjadi pusat sengketa New Delhi dengan Islamabad selama beberapa puluh tahun, saat keduanya sama-sama mengklaim keseluruhan wilayah namun hanya menduduki sebagian.
"Kami tidak membutuhkan keterlibatan pihak ketiga terkait keadaan di Jammu dan Kashmir. Saya ingin untuk mengatakan kepada tetangga saya bahwa anda sendiri merupakan korban dari terorisme," kata Singh.
Sejak mereka terpisah sekitar 67 tahun yang lalu, India dan Pakistan berperang satu sama lain dalam tiga komflik, dua di antaranya terkait Kashmir. Belum pernah ada perang skala penuh dikarenakan keduanya sama-sama menguji persenjataan nuklir pada 1998 silam.
Singh pada Kamis mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa India akan membentuk sebuah dewan untuk mencari alternatif lain untuk menggantikan peluru karet.
Lebih dari 300 orang mengalami dampak dari penggunaan peluru karet itu, termasuk 171 di antaranya mengalami luka di mata, kata Kaisar Ahmad, kepala Perguruan Tinggi Kedokteran Pemerintah di Srinagar, kepada Reuters.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016