"Pengen membuat bangga dengan jalur yang berbeda dari orang lain," kata perempuan 19 tahun berambut lurus panjang dengan semburat warna kuning dan poni samping itu tentang tujuannya mengikuti berbagai kompetisi game.
Pemain game berjuluk Aivy itu sudah suka bermain game sejak taman kanak-kanak.
"Kalau suka game sebenarnya dari SD, bahkan dari TK sudah main game di komputer tapi kalau sudah menekuni gitu kayaknya waktu SMA sekitar umur 15-16 tahun aku baru ikut dunia kompetitif," kata Sylvia, mahasiswi jurusan Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung.
Kini perempuan kelahiran Bandung itu bergabung dengan tim perempuan pemain game profesional NXA Ladies.
"Untuk bisa masuk di tim ini sudah menjadi kebanggan sendiri," katanya kepada ANTARA News di sela peluncuran satu merek telepon pintar di Jakarta, Rabu (20/7).
"Di sini aku berjuang bersama-sama NXA dan teman-teman yang lain untuk ikut kompetisi," lanjut dia.
Mendapat restu
Sylvia mengaku mendapat restu dari kedua orangtua untuk menekuni profesi sebagai pemain game profesional dengan syarat bisa mengelola waktu dengan baik.
Sejak awal menekuni hobi bermain game hingga menjadikannya sebagai profesi, Sylvia mengatur waktu belajar dan bermain game dengan baik.
"Jadi, orangtua enggak pernah protes," ujar dia.
"Pembagiannya, jam 09.00 sampai jam 15.00 aku kuliah, jam 16.00 sampai 18.00 aku mengerjakan tugas, jam 18.00 sampai jam 23.00 aku lanjut main, bahkan sampai jam 12, jadi kurang lebih minimal lima jam sehari," imbuh dia.
Selain membuatnya mendapat kesenangan, bermain game secara profesional memberinya peluang untuk memperoleh fasilitas dari sponsor dan menambah isi pundi-pundi tabungan jika memenangi kompetisi.
"Pendapatannya dari menang kompetisi dan sponsor. Kalau menang turnamen ada hadiahnya. Kalau di Indonesia sendiri game FPS sudah agak jarang, kebanyakan di DotA, setiap minggu ada turnamen, tim DotA nya lagi rajin-rajinnya," kata Sylvia.
Masalah dan Bias
Sylvia tidak memungkiri bahwa perdebatan kadang mewarnai timnya yang beranggotakan 15 perempuan dan kini memiliki divisi First Person Shooter (FPS), Defense of the Ancients (DotA), dan League of Angels (LoA).
"Kalau ribut pasti semua kelompok perempuan ada ributnya, tapi sekarang komunikasi kami terbuka, kalau kami enggak suka langsung ngomong, enggak sreg sama siapa langsung ngomong," ungkap dia.
"Kalau misalnya sampai ribut-ribut besar enggak pernah, kalau ada masalah apa langsung diselesaikan, tipe kami kekeluargaan gitu," tambah dia.
Di luar tim, menurut dia, perempuan pemain game masih mendapat perlakuan diskriminatif di dunia mereka.
"Perlakuan diskriminatif pasti ada, tapi di sini tim NXA sendiri membuktikan bahwa perempuan juga bisa main game, dan bisa berprestasi lewat berbagai kompetisi," kata Aivy, yang tergabung dalam Divisi FPS di NXA Ladies.
Dia sudah menyabet banyak penghargaan baik secara personal maupun bersama timnya NXA Ladies di berbagai turnamen game, termasuk Counter Strike Global Offensive (CSGO) yang digelar di dalam dan luar negeri.
Aivy juga memiliki banyak penggemar, sebagian besar laki-laki.
"Digodain enggak sih, cuma mereka ingin kenal dengan kami, ya kami menjalin hubungan baik dengan mereka," katanya.
Menurut dia saat ini populasi pemain game Indonesia sudah semakin besar, dan banyak yang telah menjadikannya sebagai profesi.
Dia berharap bisa meramaikan industri game Indonesia dengan menciptakan game FPS.
"Sekarang smartphone yang pakai sudah banyak banget, dan jika dibandingkan dengan game PC, smartphone lebih banyak pemakainya. Jadi, kalau suatu saat buat game di mobile pengen banget," katanya.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016