Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) mengungkapkan naiknya rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) hingga 3,0 persen pada semester I 2016, salah satunya karena kredit bermasalah satu debitur yang mencapai Rp1,3 triliun.
"Namun demikian ada satu debitur besar yang kalian tahu Trikomsel tidak bisa dipertahankan dan harus di downgrade Rp1,3 triliun," kata Direktur Utama BNI Achmad Baiquni seusai jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Baiquni mengakui kredit bermasalah memang terus membayangi selama semester I 2016. Pasalnya, pada akhir Desember 2015, kredit bermasalah BNI masih sebesar 2,7 persen.
"Penyumbang tertinggi kredit bermasalah dari segmen pelaku usaha menegah, kecil, kemudian baru korporasi," ujarnya.
Meskipun demikian, Baiquni menilai NPL 3 persen masih lebih rendah dari NPL industri di 3,1 persen. Di paruh kedua 2016, dia menargetkan NPL BNI bisa turun di bawah 3 persen.
"Kami sudah mulai sejak tahun yang lalu menerapkan strategi konservatif yang proaktif terhadap kredit-kredit yang sekiranya akan memburuk itu secepat mungkin kita tangani," ujar dia.
Naiknya NPL pada semester I 2016 ini membuat BNI harus menaikkan biaya pencadangan dari 138,8 persen pada menjadi 142,8 persen. Baiquni lagi-lagi berseoloroh biaya pencadangan hingga akhir tahun tidak akan mengalami kenaikan drastis, atau melibihi 150 persen.
"Kita akan akan terus meningkatkan coverage ratio, namun kita pasti lihat peer (pesaing) kita, saya rasa kalau sudah di 140-an, kemungkinan tidak akan naik jauh lagi," ujarnya.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016