"Harusnya menteri pertanian menjadikan singkong sebagai komiditi strategi nasional seperti Pajale," kata Huesin, dalam diskusi tentang Pengelolaan Pascapanen Ubi Kayu di Indonesia" yang diselenggarakan LIPI di Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan, potensi singkong Indonesia sangat besar, hanya saja tidak mendapat dukungan kuat sehingga produksi masih rendah belum mampu mencukupi permintaan pasar.
Singkong merupakan tanaman pangan dan perdagangan. Sebagai tanaman perdagang, singkong menghasilkan starch, gaplek, tepung singkong, tepung mocaf, ethanol, gula cair, sorbitol, monosodium, glutamat, tepung aromatik dan pellet.
"Singkong saat ini diperebutkan kegunananya terutama untuk pangan, industri, dan energi," katanya.
Secara nasional menurut data BPS (2003-2013) produksi, luas panen dan hasil singkong di Indonesia rata-rata pertumbuhan pertahun 2,66 persen. Pada 2013, produksi mencapai 23.936 ton, dengan pertumbuhan 5,55 persen, luas panen 1.0065,7 hektare, hasil kw/ha 224.
Ia mengatakan MSI memiliki visi Singkong sejahtera bersama. Karena singkong cukup potensial dikembangkan. Indonesia merupakan produsen singkong terbesar ketiga di dunia setelah Nigeria dan Thailand.
"Setidaknya ada 12 produk berbasis singkong yang diperdagangkan saat ini," katanya.
Untuk meningkatkan produktivitas singkong, MSI mengembangkan model klaster industri agro singkong terpadu. Manfaat klaster dapat meningkatkan pendapatan petani Rp5 juta sampai Rp15 juta per bulan. Mensejahterakan keluarga petani dan pelaku agribisnis singkong lainnya.
"Singkong dapat membuka lapangan pekerjaan bagi buruh tani, pemuda pedesaan, menekan angka kemiskinan, menekan angka kriminalitas di pedesaan, memberikan keuntungan signifikan kepada investor," katanya.
Sementara itu, Peneliti dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember Achmad Subagio mengatakan singkong merupakan tanaman potensial di lahan marginal.
Menurutnya, produksi singkong berdasarkan data BPS (2014) mencapai 24 juta ton per tahun. Nilai perdagangan bahan baku singkong mencapai Rp24 triliun per tahun.
Produk turunan singkong sangat beragam dan volume perdagangannya sangat besar, seperti tapioka mencapai 2,09 juta ton dengan nilai bisnis Rp10 triliun (2008), ekspor sorbitol mencapai 90.000 ton senilai USD 61 M, MSG, polywood dan lain-lain total Rp100 triliun.
"Sayangnya pemerintah fokus pada Pajale, dan lahan basah (sawah) sehingga semua bantuan alat disalurkan kesana. Sementara lahan termaginalkan diabaikan," katanya.
Ia mengatakan, dari 188,2 juta hektar total daratan Indonesia, lahan sesuai pertanian 100,7 juta hektare, 24,5 juta hektar untuk lahan basah, 25,3 juta hektar sesuai untuk lahan kering tanaman semusim, dan 50,9 juta hektare untuk lahan kering tanaman tahunan.
"Ada banyak lahan terlantar yang dapat dimanfaatkan untuk singkong seperti Sumbawa, lahan gambut juga potensial, lahan berpasir tepi pantai di Jember-Lumajang juga bisa,"
"Sayangnya pemerintah fokus pada Pajale, dan lahan basah (sawah) sehingga semua bantuan alat disalurkan kesana. Sementara lahan termaginalkan diabaikan," katanya.
Ia mengatakan, dari 188,2 juta hektar total daratan Indonesia, lahan sesuai pertanian 100,7 juta hektare, 24,5 juta hektar untuk lahan basah, 25,3 juta hektar sesuai untuk lahan kering tanaman semusim, dan 50,9 juta hektare untuk lahan kering tanaman tahunan.
"Ada banyak lahan terlantar yang dapat dimanfaatkan untuk singkong seperti Sumbawa, lahan gambut juga potensial, lahan berpasir tepi pantai di Jember-Lumajang juga bisa,"
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016